OPINI  

Ketika Agama Sebagai Langit, Kearifan Budaya Lokal Sebagai Bumi: Membangun Sulteng Nambaso dalam Bingkai Kearifan dan Keimanan

Dr Suaib Djafar (kiri)

Oleh: Dr Suaib Djafar*

 

MEMASUKI usia ke-61, Sulawesi Tengah menapaki sebuah fase penting dalam perjalanan sejarahnya. Di momen bersejarah ini, mari kita resapi makna mendalam dari ungkapan bijak yang sarat makna: “Ketika agama sebagai langit, kearifan budaya lokal sebagai bumi”.

Sebuah refleksi filosofis yang menyatukan dua kekuatan besar: spiritualitas dan kearifan tradisi, sebagai fondasi pembangunan daerah.

Agama memberikan arah nilai—laksana langit yang menaungi dan menuntun manusia kepada kebaikan, kejujuran, dan cinta kasih.

Sementara itu, budaya lokal adalah bumi tempat pijakan—ia menyerap nilai-nilai luhur yang tumbuh dari pengalaman, sejarah, dan kebersamaan masyarakat Sulteng dalam menjalani kehidupan.

Di sinilah letak kekuatan Sulawesi Tengah: perpaduan harmonis antara nilai-nilai religius dan kearifan lokal.

Pemerintah daerah, bersama seluruh lapisan masyarakat, menjadikan dua kekuatan ini sebagai dasar membangun Sulteng Nambaso—Sulawesi Tengah yang Besar, Berprestasi, Sejahtera dan Membanggakan.

Dalam tradisi masyarakat Sulawesi Tengah  kita menemukan kekayaan budaya yang tak ternilai:  semangat Nolunu Nosintuvu (gotong royong), Nosimpoasi (saling Mengasihi saling menghormati ), Penuh Cinta Kasih serta nilai yang menempatkan manusia sebagai makhluk bermartabat dan mulia.

Nilai-nilai ini menjadi modal sosial yang kokoh dalam membangun daerah yang adil, damai, dan makmur.

Momentum HUT ke-61 ini adalah panggilan untuk membangkitkan kembali semangat kebudayaan sebagai nafas pembangunan.

Saat pembangunan fisik digenjot, pembangunan karakter dan spiritualitas tidak boleh tertinggal.

Ketika jalan dibangun, jiwa masyarakat pun perlu ditumbuhkan. Ketika gedung-gedung berdiri megah, akar budaya harus semakin dalam mencengkeram.

Sulawesi Tengah tak sekadar mengejar kemajuan ekonomi, tetapi juga kebesaran jiwa rakyatnya. Di sinilah peran pemerintah sebagai jembatan antara langit dan bumi—antara nilai-nilai agama dan budaya—untuk menciptakan masyarakat yang religius, berbudaya, dan berdaya saing.

Mari jadikan HUT ke-61 ini sebagai momentum kebangkitan budaya daerah. Bangkit tidak hanya secara fisik, tetapi juga dalam nilai, semangat, dan identitas.

Bersama kita wujudkan Sulteng Nambaso: besar dalam prestasi, besar dalam nilai, dan besar dalam hati rakyatnya.(*Dr Suaib Djafar adalah budayawan Sulawesi Tengah)