OPINI  

Keragaman Budaya Berbasis Kearifan Lokal dalam “Gerak Sekata” untuk “Sulteng Nambaso”

Suaib Djafar

Oleh Dr H Suaib Djafar*

SULAWESI Tengah, sebuah provinsi di jantung Pulau Sulawesi, dikenal tidak hanya karena kekayaan alamnya yang luar biasa, tetapi juga karena keberagaman budaya yang tumbuh dan berkembang di setiap sudut wilayahnya.

Dari Pegunungan Lore hingga pesisir Teluk Tomini, masyarakat di Sulteng hidup dalam harmoni keberagaman suku, bahasa, adat, dan sistem nilai yang diwariskan secara turun-temurun.

 

Kearifan Lokal sebagai Fondasi

Kearifan lokal adalah warisan tak ternilai yang mencerminkan cara hidup masyarakat dalam menyikapi lingkungan, berinteraksi sosial, serta menjalankan kehidupan spiritual.

Dalam konteks Sulawesi Tengah, kearifan lokal hadir dalam bentuk ungkapan seperti “Nolunu” Nosialapale (gotong royong dalam budaya Kaili), tata kelola lahan dan hutan secara adat, hingga ritual-ritual adat yang menjunjung keseimbangan antara manusia dan alam.

Nilai-nilai ini tidak hanya menjadi identitas kultural, tetapi juga menawarkan solusi terhadap tantangan kontemporer: konflik sosial, krisis lingkungan, hingga disintegrasi nilai-nilai kebersamaan.

 

Keragaman Budaya yang Menguatkan

Setiap suku di Sulawesi Tengah memiliki warisan budayanya sendiri—dari tari-tarian seperti Moraego dan Dero, musik tradisional  seperti gimba,Lalove  bahasa daerah seperti Kaili, Pamona, Saluan, hingga bentuk arsitektur dan tenun khas. Budaya ini bukan sekadar simbol, tetapi memiliki nilai edukatif, ekonomis, dan spiritual.

Keragaman ini harus dipandang sebagai kekayaan kolektif, bukan sekat pemisah. Melalui pendekatan berbasis kearifan lokal, budaya bisa menjadi sarana memperkuat solidaritas sosial, memperkaya pendidikan, serta mendorong pariwisata dan ekonomi kreatif berbasis komunitas.

 

Gerak Sekata untuk “Sulteng Nambaso”

Tema “Gerak Sekata, Berani Budaya untuk Sulteng Nambaso” merupakan ajakan untuk bersatu menjaga dan memajukan budaya lokal.

“Gerak Sekata” mencerminkan semangat kolaborasi—bahwa pelestarian budaya tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri, melainkan harus melibatkan semua elemen: Pemerintah, Tokoh Agama tokoh adat, pemuda, akademisi, media hingga masyarakat umum.

Sementara “Sulteng Nambaso” mengandung semangat kebangkitan—sebuah Sulawesi Tengah yang tangguh, kuat, dan berdaya melalui budayanya sendiri.

 

Langkah Nyata yang Diperlukan

  1. Pendidikan Budaya Lokal: Mengintegrasikan pelajaran adat, bahasa, dan kesenian lokal ke dalam kurikulum sekolah.
  2. Dialog dan Festival Budaya: Menyediakan ruang pertemuan dan pertunjukan budaya lintas suku sebagai sarana saling memahami.
  3. Digitalisasi Warisan Budaya: Dokumentasi, publikasi, dan penyebaran budaya lokal melalui media digital agar menjangkau generasi muda.
  4. Pemberdayaan Ekonomi Berbasis Budaya: Mendukung UMKM, perajin, seniman, dan pelaku wisata berbasis kearifan lokal.
  5. Perlindungan Hak Masyarakat Adat: Menguatkan kebijakan yang melindungi hak-hak sosial, budaya, dan wilayah adat.

 

Penutup

Menjaga keragaman budaya bukan hanya tugas masa lalu yang harus dikenang, tetapi tanggung jawab masa kini dan investasi untuk masa depan.

Dengan mengedepankan kearifan lokal dalam semangat Gerak Sekata, masyarakat Sulawesi Tengah dapat bersama-sama mewujudkan “Sulteng Nambaso”—daerah yang kuat secara budaya, kokoh dalam jati diri, dan maju secara berkelanjutan.

Mari bersatu, berani menjaga budaya, demi Sulawesi Tengah yang lebih bermartabat.(* Dr H Suaib Djafar adalah pemerhati budaya Sulawesi Tengah)