Indeks

Rekonsiliasi di Bumi Tadulako, Ketika Rakyat dan Korporasi Sepakat Berdamai

“Keberpihakan itu 60 untuk rakyat, 40 untuk perusahaan. Karena rakyat masih berjuang, sementara perusahaan sudah mapan,”

Rekonsiliasi di Bumi Tadulako, Ketika Rakyat dan Korporasi Sepakat Berdamai

PALU, Rajawalinet.co — Di bawah langit cerah Talise, suara doa dan tawa warga Laranggarui menggema, menandai babak baru berakhirnya konflik panjang antara masyarakat dengan PT Citra Palu Mineral (CPM). Setelah bertahun-tahun terbelit sengketa lahan eks Hak Guna Bangunan (HGB), kini warga dan perusahaan resmi berdamai—sebuah peristiwa yang dinilai sebagai kemenangan dialog atas konfrontasi.

Syukuran massal yang digelar di kebun warga pada Senin (20/10/2025) menjadi simbol rekonsiliasi sosial di Kota Palu. Lebih dari seribu warga hadir, bersama pejabat pemerintah, perwakilan perusahaan, serta tokoh masyarakat. Di tengah suasana haru dan gembira itu, Gubernur Sulawesi Tengah, Dr. H. Anwar Hafid, M.Si, menegaskan makna sejati keadilan agraria: keberpihakan yang manusiawi.

“Pemerintah tidak anti-investasi. Tapi investasi tidak boleh membuat rakyat tersisih. Rakyat harus lebih kuat, karena dari merekalah tanah ini hidup,” ujar Gubernur Anwar Hafid disambut tepuk tangan panjang.

Anwar Hafid menegaskan, arah kebijakan agraria di bawah kepemimpinannya mengedepankan keberimbangan antara kepentingan ekonomi dan keadilan sosial. Menurutnya, keberpihakan pemerintah kepada rakyat bukan bentuk diskriminasi terhadap perusahaan, melainkan tindakan korektif atas ketimpangan yang selama ini terjadi.

“Keberpihakan itu 60 untuk rakyat, 40 untuk perusahaan. Karena rakyat masih berjuang, sementara perusahaan sudah mapan,” tegasnya.

Lebih dari sekadar damai, kesepakatan antara warga dan PT CPM melahirkan komitmen baru: penyerapan tenaga kerja lokal, bantuan bibit pertanian hingga 30.000 pohon, irigasi, dan beasiswa pendidikan bagi anak-anak Laranggarui. Semua itu merupakan hasil mediasi panjang yang dipimpin oleh Ketua Satgas Penyelesaian Konflik Agraria (PKA) Sulteng, Eva Susanti Bande, tokoh yang dikenal vokal dalam memperjuangkan hak petani dan masyarakat adat.

Eva menyebut, perdamaian ini menjadi “kemenangan moral rakyat” yang dicapai tanpa pengadilan.

“Inilah bukti nyata bahwa penyelesaian humanis jauh lebih kuat daripada konflik hukum. Negara hadir, rakyat berdaya, dan perusahaan ikut berkontribusi,” ujarnya.

Dari pihak perusahaan, Kepala Teknik Tambang PT CPM, Yan Adriansyah, menyatakan kesiapan mendukung langkah-langkah pemberdayaan warga.

“Kami ingin tumbuh bersama masyarakat sekitar tambang. Ke depan, sinergi ini akan terus kami perkuat,” katanya.

Sementara itu, Isnawati, koordinator warga Laranggarui, meneteskan air mata haru saat menceritakan perjuangan mereka.

“Kami berjuang bertahun-tahun, kadang dianggap kecil, tapi akhirnya kami didengar. Terima kasih kepada Pak Gubernur dan Satgas yang tidak meninggalkan kami,” ucapnya dengan suara bergetar.

Kesepakatan damai ini bukan sekadar akhir dari konflik, melainkan awal dari tatanan baru hubungan antara masyarakat dan dunia usaha. Bagi banyak pihak, langkah ini menjadi contoh bahwa keadilan agraria bisa terwujud tanpa saling menjatuhkan.

Menutup acara, Gubernur Anwar Hafid mengajak seluruh pihak menjadikan momentum ini sebagai inspirasi nasional.

“Hari ini rakyat dan perusahaan membuktikan bahwa kesejahteraan bisa tumbuh dari empati, bukan dari pertikaian. Inilah wajah baru Sulawesi Tengah—daerah yang adil dan sejahtera bagi semua,” tandasnya.

error: Content is protected !!
Exit mobile version