PALU, Rajawalinet.co – Nelayan Taipa dan Mamboro Barat menyampaikan tujuh tuntutan dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama DPRD Kota Palu terkait aktivitas jetty milik PT Arasmamulya dan PT Muzo, Selasa (16/9/2025). Mereka menilai keberadaan tambang dan jetty telah merugikan ruang hidup masyarakat pesisir.
Perwakilan nelayan, Jon, menegaskan perusahaan wajib mengganti kerugian yang dialami warga.
“Perjanjiannya saja tidak jelas, karena dibuat bukan dalam bahasa Indonesia, melainkan bahasa asing yang kami tidak pahami. Jadi kami tidak tahu apakah isi kontrak itu menguntungkan atau malah merugikan masyarakat,” tegas Jon.
Ia juga menolak kompensasi sekali selesai. “Kalau bicara soal kompensasi, masyarakat seharusnya mendapatkannya selama perusahaan berdiri, bukan sekadar satu juta rupiah lalu selesai. Kehadiran tambang sudah memutus mata pencaharian nelayan,” ujarnya.
Dalam tuntutannya, nelayan meminta perusahaan menormalisasi sungai, membuka akses jalan yang diblokir, serta menghentikan larangan menangkap ikan di sekitar lokasi tambang.
“Kami menolak keras perjanjian antara perusahaan dan pemilik lahan yang menggunakan tulisan Cina. Perusahaan juga wajib memberikan kompensasi layak kepada nelayan selama tambang beroperasi,” tambah Jon.
Mereka juga menuntut pemerintah mengevaluasi aktivitas kedua perusahaan, sekaligus menerbitkan regulasi pertambangan yang menjamin kedaulatan rakyat atas tanah dan air. Selain itu, nelayan meminta pembangunan jalan lingkar Talise benar-benar mengakomodasi akses keluar masuk masyarakat pesisir.
Jon menegaskan perjuangan akan berlanjut jika tuntutan diabaikan. “Apabila tuntutan ini tidak dikabulkan, kami akan kampanye bahwa aktivitas pertambangan ini adalah kejahatan ekonomi dan sosial. Kami juga akan melakukan persidensi untuk mengembalikan hak masyarakat atas kehidupan yang layak serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” tandasnya.