PALU, Rajawalinet.co — Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Palu merampungkan laporan Satuan Tugas Pengelolaan Perlindungan Lingkungan Hidup (Satgas PPLH) terkait pengawasan aktivitas pertambangan di wilayah Kota Palu. DLH akan menyerahkan laporan tersebut kepada Wali Kota Palu untuk ditindaklanjuti.
Sekretaris DLH Kota Palu, Ibnu Mundzir, menjelaskan Satgas PPLH terdiri dari tiga bidang, yakni Satgas Persampahan, Satgas Kekumuhan, dan Satgas Pertambangan.
“Khusus Satgas Pertambangan, laporannya sudah selesai dan tinggal diserahkan secara resmi kepada wali kota,” kata Ibnu Mundzir kepada Radar Sulteng usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Kantor DPRD Kota Palu, Selasa (23/12/2025).
Ia menegaskan, Satgas PPLH bekerja untuk menyusun rekomendasi berdasarkan temuan faktual di lapangan terkait komitmen lingkungan perusahaan tambang.
“Satgas sudah turun langsung ke lapangan untuk melihat apa saja yang sudah dan belum dilaksanakan perusahaan sesuai kesepakatan dengan wali kota,” ujarnya.
Ibnu mengungkapkan, Satgas mengevaluasi sejumlah kesepakatan, termasuk pembangunan rigid beton pada jalur tambang. Hasilnya menunjukkan tingkat kepatuhan perusahaan yang beragam.
“Ada yang sudah menyelesaikan, ada yang belum tuntas, bahkan ada yang sama sekali tidak melaksanakan,” ungkapnya.
Selain infrastruktur, Satgas juga menyoroti kewajiban penghijauan dan persiapan reklamasi pascatambang. Menurut Ibnu, penghijauan tidak hanya bertujuan mengurangi debu, tetapi menjadi bagian penting dari skema reklamasi jangka panjang.
“Penghijauan ini bagian dari persiapan reklamasi pascatambang. Faktanya, banyak perusahaan sudah tidak beroperasi, padahal izin usahanya masih berlaku,” jelasnya.
Kondisi tersebut, lanjut Ibnu, memunculkan persoalan terkait penerapan kewajiban pascatambang bagi perusahaan yang tidak lagi aktif.
“Itu yang sedang kami carikan solusinya bersama, apakah mereka tetap bisa dikenakan kewajiban pascatambang atau tidak,” katanya.
DLH Kota Palu juga mendorong penguatan fungsi dokumen lingkungan seperti UKL-UPL dan AMDAL agar benar-benar mampu mengendalikan aktivitas pertambangan.
“Dokumen lingkungan itu satu-satunya instrumen yang mengatur dari perencanaan hingga pascatambang. Itu harus dipantau dan dikendalikan dengan serius,” tegas Ibnu.
Ia menambahkan, rekomendasi pascatambang harus disusun secara jelas dan terencana, mulai dari jenis tanaman, jarak tanam, hingga metode penanaman.
“Kita ingin penanaman dilakukan dalam satu rantai yang utuh dan terencana, bukan sporadis,” ujarnya.
Menurut Ibnu, pemerintah kota juga perlu menyiapkan skenario jangka panjang terkait pemanfaatan lahan bekas tambang.
“Harus jelas sejak awal, 10 atau 20 tahun ke depan kawasan bekas tambang itu mau dijadikan apa, apakah hutan, kawasan produksi, atau lahan cadangan kota,” katanya.
Ibnu menekankan pentingnya pemanfaatan dana jaminan reklamasi secara strategis.
“Jamrek harus digunakan dalam skenario besar, supaya tujuan pengelolaan lingkungan benar-benar tercapai,” tambahnya.
Terkait perusahaan yang tidak menjalankan komitmen lingkungan, Ibnu memastikan sanksi akan diberlakukan sesuai ketentuan.
“Perusahaan yang tidak melaksanakan atau tidak tuntas tentu akan mendapat sanksi dan peringatan. Eksekusinya berada di tangan pimpinan daerah atau lembaga berwenang,” jelasnya.
Ia menegaskan, Satgas PPLH tidak memiliki kewenangan eksekusi.
“Tugas Satgas hanya menyampaikan fakta dan rekomendasi. Jika masuk pelanggaran hukum, lembaga lain yang bertindak,” ujarnya.
Ibnu juga mengaitkan kerja Satgas dengan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Palu Hijau.
“Dalam Raperda Palu Hijau ada klausul tentang green mining dan pengelolaan tambang berkelanjutan. Itu yang terus kami dorong,” katanya.
Ia berharap langkah tersebut sejalan dengan visi jangka panjang Kota Palu sebagai kota hijau dan berkelanjutan.
“Kita ingin Palu menjadi sustainable city dan green city yang benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” pungkasnya.
