PALU, Rajawalinet.co – DPRD Sulawesi Tengah memastikan Rapat Dengar Pendapat (RDP) konflik lahan sawit di Kabupaten Tolitoli akan digelar pada Senin, 8 September 2025. RDP itu membahas dugaan perampasan lahan, ketidakadilan pola bagi hasil, dan ketidakjelasan kebun plasma oleh PT Tanjung Enim Lestari (TEN) dan PT Citra Mulia Pratama (CMP) yang sudah berlarut lebih dari 11 tahun.
Anggota DPRD Sulteng, Nurmansyah Bantilan, menegaskan rapat tidak boleh setengah hati. Ia ingin seluruh pihak hadir, mulai dari perusahaan, pemerintah daerah, hingga kepala desa.
“Kalau dipaksakan Kamis atau Jumat sebenarnya bisa, tapi tidak akan maksimal. Undangan belum tentu sampai, jadwal tidak sinkron, dan pihak perusahaan bisa saja beralasan mendadak. Karena itu kita tetapkan Senin, 8 September, supaya lengkap. Kalau semua pihak hadir, tidak ada yang bisa bohong. Fakta lapangan dan saksi akan bicara,” ujarnya di DPRD Sulteng, Selasa (26/8/2025).
Ia menambahkan, pimpinan DPRD telah memberi disposisi sebagai jaminan rapat terlaksana.
“Jawaban beliau dengan disposisi itu sebenarnya sudah restu. Itu semacam garansi dari unsur pimpinan bahwa RDP pasti terlaksana,” tegasnya.
Koordinator Komunitas Anti Korupsi (KAK) Sulteng, Marwan, menyebut jadwal ini menjadi harapan baru bagi petani plasma. Menurutnya, persoalan utama bukan hanya sengketa lahan, tapi janji kebun plasma yang tak kunjung terealisasi.
“Kesimpulan tadi, RDP akan dilaksanakan pada 8 September. Kenapa tanggal itu? Supaya semua pihak terkait bisa dihadirkan. Kami yakin Pak Nurmansyah sungguh-sungguh, tinggal bagaimana anggota DPRD lain juga punya sikap yang sama,” jelas Marwan.
“Petani menunggu lebih dari satu dekade. Pola bagi hasil tidak adil, plasma tidak jelas, dan ada dugaan perampasan lahan. Ini bukan masalah baru, tapi dibiarkan berlarut,” tambahnya.
Ia juga menyinggung lambannya langkah eksekutif dan yudikatif yang dianggap tidak memberi kepastian.
“Eksekutif sudah bentuk satgas, tapi masyarakat tidak puas. Ke kejaksaan pun banyak kasus sawit dihentikan. Masyarakat kecewa, karena seolah-olah tidak ada jalan keluar,” tegasnya.
Marwan menolak opsi rapat daring karena perusahaan kerap menghindar dari pertanyaan langsung.
“Berhadapan langsung saja perusahaan masih bisa berkelit, apalagi lewat Zoom. Karena itu kami tegaskan, RDP harus tatap muka,” katanya.
Nurmansyah menutup dengan komitmen agar rapat kali ini melahirkan keputusan konkret.
“Tujuan utama kita melahirkan rekomendasi yang jelas dan berpihak kepada petani. Supaya masalah lahan ini betul-betul terurai dan terselesaikan dengan baik,” pungkasnya.