Indeks

Masyarakat Poboya Gelar Libu nu Ada

“Ritual ini adalah cara kami memohon berkah rezeki melalui tambang emas yang ada di tanah adat Poboya. Kami percaya doa dan penghormatan kepada leluhur akan menjaga keseimbangan antara manusia dan alam,” ujar Djatu.

Masyarakat Poboya Gelar Libu nu Ada
Proses Libu nu Ada oleh Masyarakat Poboya/Sumber: Istimewa

PALU, Rajawalinet.co – Lembaga Adat Kelurahan Poboya menggelar ritual adat di wilayah pertambangan rakyat (WPR) Kijang 30, Vatutempa, Selasa (21/10/2025). Tradisi turun-temurun ini menjadi cara masyarakat adat Poboya memohon keberkahan rezeki dan menjaga keseimbangan antara manusia dengan alam di wilayah tambang emas mereka.

Ritual dimulai dengan libu nua ada atau musyawarah adat untuk menentukan waktu dan maksud pelaksanaan. Prosesi dipimpin sesepuh adat Poboya, Djatu, yang menyiapkan perlengkapan seperti sambulu sirih, pinang, tembakau, kapur sirih, beras ketan tiga warna, cucur, wajik, daging ayam, dan tuak. Semua perlengkapan itu disusun rapi di tempat khusus sebelum pembacaan mantra kepada leluhur dimulai.

“Ritual ini adalah cara kami memohon berkah rezeki melalui tambang emas yang ada di tanah adat Poboya. Kami percaya doa dan penghormatan kepada leluhur akan menjaga keseimbangan antara manusia dan alam,” ujar Djatu.

Puncak prosesi ditandai dengan pelepasan kambing putih sebagai simbol rezeki dan kesucian. Hewan itu dilepaskan ke alam bebas dengan harapan membawa limpahan rezeki dan keberkahan bagi masyarakat Poboya.

Ritual ini diinisiasi oleh tokoh adat Idiljan Djanggola bersama pengurus Lembaga Adat Poboya, termasuk Herman Pandejori selaku sekretaris dan Arsid Lanusu sebagai bendahara. Sejumlah tokoh masyarakat lingkar tambang turut hadir menyaksikan jalannya prosesi yang berlangsung khidmat.

Tokoh masyarakat Poboya sekaligus Sekretaris Koperasi Poboya, Mohamad Arfan, mengatakan ritual adat ini menjadi bukti nyata eksistensi masyarakat adat di wilayah tambang.

“Pelaksanaan ritual ini menandakan masih adanya masyarakat adat Poboya yang mendiami wilayah pertambangan PT Citra Palu Mineral (CPM). Karena itu, kami berharap perusahaan memperhatikan kepentingan masyarakat adat dan melibatkan mereka dalam kegiatan operasionalnya,” tutur Arfan.

Ia menegaskan, masyarakat adat Poboya kini memperjuangkan hak pengelolaan sekitar 246 hektare wilayah tambang dari konsesi PT CPM agar ditetapkan sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).

“Kami ingin masyarakat bisa berdaulat di wilayah sendiri dan mendapat pengakuan atas hak mereka terhadap tanah dan sumber daya alam. Pemerintah harus mendorong penciutan wilayah tambang PT CPM dan mengesahkan WPR untuk masyarakat Poboya,” tegasnya.

Menurut Arfan, pengesahan WPR sejalan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang menekankan pengelolaan sumber daya alam secara adil dan merata.

“Kalau WPR disahkan, masyarakat bisa mengelola tambang secara legal dan mandiri. Ini bukan hanya soal ekonomi, tapi juga tentang keadilan dan keberlanjutan hidup masyarakat adat,” ujarnya menutup.

error: Content is protected !!
Exit mobile version