Lebaran Ketupat, Warisan Budaya yang Sarat Makna Filosofis dan Persaudaraan

Ilustrasi- Ketupat menjadi sajian wajib saat Lebaran Ketupat./Foto: RRI

Jakarta, rajawalinet.co – Lebaran Ketupat, tradisi yang digelar sepekan setelah Idulfitri, tetap lestari di berbagai daerah di Indonesia sebagai bentuk penyempurnaan ibadah setelah menjalankan puasa Syawal.

Tradisi ini tak hanya menjadi momen kebersamaan, tetapi juga menyimpan nilai-nilai filosofis yang mendalam.

Ketua Umum Keluarga Alumni Sejarah Universitas Gadjah Mada (Kasagama), Wahjudi Djaja, mengungkapkan bahwa Lebaran Ketupat telah ada sejak abad ke-15 dan merupakan hasil akulturasi antara budaya Islam dan kearifan lokal.

“Tradisi ini diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga dalam syiar Islam di Nusantara,” ujar Wahjudi seperti dikutip dari RRI, Jumat (4/4/2025).

Lebaran Ketupat identik dengan ketupat, makanan berbentuk unik yang sarat simbolisme. Menurut Wahjudi, kata “kupat” berasal dari bahasa Jawa, yakni “ngaku lepat” yang berarti mengakui kesalahan, dan “laku papat” yang merujuk pada empat tahapan spiritual setelah Ramadan.

Empat tahap tersebut meliputi:

– **Lebar**, menandakan berakhirnya puasa Ramadan,

– **Lebur**, simbol dari melebur dosa dengan saling memaafkan,

– **Labur**, menggambarkan penyucian diri, dan

– **Luber**, yang berarti limpahan rezeki sebagai berkah pasca-Ramadan.

Tak hanya bentuk dan nama, bahan pembuat ketupat juga mengandung makna tersendiri. Janur, bahan pembungkus ketupat, berasal dari frasa “jati ning nur” yang berarti cahaya sejati—melambangkan kesucian jiwa. Sementara beras di dalamnya mencerminkan kemakmuran dan kesejahteraan.

Wahjudi menegaskan bahwa Lebaran Ketupat merupakan bagian dari tradisi budaya, bukan ritual agama yang menyimpang dari ajaran Islam.

Ia menyebut tradisi ini sebagai bentuk dakwah yang membumi dan akrab dengan masyarakat.

“Lebaran Ketupat adalah media budaya yang mempererat persaudaraan. Tradisi ini menjadi sarana untuk menyampaikan nilai-nilai Islam melalui pendekatan yang ramah dan inklusif,” jelasnya.

Ia pun mengajak generasi muda untuk tetap melestarikan tradisi Lebaran Ketupat sebagai bagian dari kekayaan budaya bangsa.

“Ini adalah warisan yang perlu dijaga agar nilai-nilainya terus hidup di tengah masyarakat,” kata Wahjudi.