Bareskrim Polri Tetapkan Tersangka dalam Kasus TPPO Pekerja Migran di Myanmar

Para korban direkrut melalui platform seperti Facebook, Instagram, dan Telegram dengan tawaran gaji besar dan fasilitas mewah

Wakabareskrim Irjen Pol Asep Hedi menjawab awak media terkait TPPO para pekerja migran yang dipulangakan dari Myanmar karena terlibat online scammer. /Foto: RRI/Saadatuddaraen)

JAKARTA-  Bareskrim Polri menetapkan lima orang sebagai kelompok pelaku dalam kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang melibatkan 699 pekerja migran Indonesia di Myanmar. Salah satu dari mereka, berinisial HR (27), telah resmi ditetapkan sebagai tersangka.

Wakil Kepala Bareskrim (Wakabareskrim) Polri, Irjen Pol Asep Hedi, menjelaskan bahwa hasil pendalaman dan asesmen terhadap para pekerja migran yang dipulangkan mengindikasikan keterlibatan HR dalam perekrutan korban.

“Satu orang ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan TPPO, sementara lima lainnya diduga sebagai perekrut,” ujar Asep dalam keterangannya, Sabtu (22/3/2025).

Pendalaman kasus ini dilakukan setelah tiga gelombang pemulangan pekerja migran dari Myanmar. Setibanya di Indonesia, mereka ditampung sementara di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, sebelum dipulangkan ke daerah asal masing-masing.

Direktur Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) serta Perlindungan Pekerja Overstayer (PPO) Bareskrim Polri, Brigjen Nurul Azizah, menjelaskan bahwa HR merupakan seorang karyawan swasta yang ikut dalam rombongan pemulangan pekerja migran.

Ia diduga menjanjikan pekerjaan sebagai customer service di Thailand, namun justru membawa korban ke Myawaddy, Myanmar – sebuah wilayah konflik yang dikenal sebagai pusat operasi sindikat penipuan daring (online scam).

Modus yang digunakan adalah menawarkan pekerjaan dengan gaji besar dan fasilitas mewah melalui media sosial. Padahal, kenyataannya mereka dipaksa bekerja sebagai operator penipuan daring tanpa mendapatkan hak yang dijanjikan,” ungkap Nurul.

Para korban direkrut melalui platform seperti Facebook, Instagram, dan Telegram. Mereka dijanjikan gaji antara Rp10 juta hingga Rp15 juta, dengan tiket dan biaya keberangkatan yang ditanggung perekrut.

Namun, setibanya di Myanmar, mereka diwajibkan mencapai target pengumpulan nomor telepon calon korban penipuan. Jika gagal, mereka mendapat sanksi berupa kekerasan verbal, fisik, hingga pemotongan gaji.

Hasil asesmen terhadap 699 pekerja migran yang telah dipulangkan mengungkap bahwa 116 di antaranya pernah bekerja dalam sindikat penipuan daring secara berulang. Selain HR, penyidik juga mengidentifikasi lima terduga pelaku lainnya, yaitu BR, EL alias AW, RI, HR, dan HRR, yang saat ini masih dalam proses penyelidikan lebih lanjut.

HR dijerat dengan Pasal 4 Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang TPPO atau Pasal 81 Undang-Undang No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Ia terancam hukuman penjara minimal tiga tahun dan maksimal 15 tahun, serta denda hingga Rp600 juta.

Polri menegaskan bahwa pengusutan kasus ini masih berlanjut untuk mengungkap jaringan perekrut yang lebih luas dan menindak tegas pelaku perdagangan orang yang mengeksploitasi pekerja migran Indonesia.