PALU, Rajawalinet.co — Masyarakat adat Poboya bersama penambang rakyat dan warga lingkar tambang memastikan akan menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor PT Citra Palu Minerals (CPM) pada Senin (15/12/2025). Aksi ini menjadi bentuk penagihan janji perusahaan terkait rencana penciutan lahan kontrak karya di Blok Poboya.
Perwakilan masyarakat Poboya, Kusnadi Paputungan, menyatakan aksi tersebut bertujuan mendesak PT CPM segera mengajukan surat permohonan penciutan kontrak karya ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
“Unjuk rasa ini bukan sekadar menyampaikan pendapat. Kami mendesak PT CPM segera membuat dan mengirim surat permohonan penciutan ke Kementerian ESDM di Jakarta,” ujar Kusnadi, Minggu (14/12/2025).
Ia menegaskan, tuntutan penciutan lahan berkaitan langsung dengan nilai historis dan kultural masyarakat adat Kaili Tara yang sejak lama menggantungkan hidup di kawasan Gunung Poboya. Menurutnya, kebijakan pengelolaan tambang selama ini justru meminggirkan warga lokal dari wilayah leluhurnya.
“Kami dituduh menambang ilegal dan mencuri di tanah sendiri. Padahal ini wilayah leluhur kami. Penciutan lahan menjadi jalan untuk mengembalikan harkat dan martabat Suku Kaili Tara di Bumi Tadulako,” katanya.
Kusnadi juga mengingatkan, tanpa penciutan lahan, masyarakat adat berisiko kehilangan ruang hidupnya. Kondisi tersebut, kata dia, menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan generasi mendatang.
“Kalau penciutan tidak dilakukan, cepat atau lambat kami sebagai pemilik wilayah akan terusir dari tanah kami sendiri,” tegasnya.
Dalam pernyataan sikapnya, masyarakat menyoroti dominasi penguasaan wilayah tambang oleh jajaran direksi dan komisaris perusahaan yang dinilai tidak memiliki ikatan sosial dan kultural dengan Poboya. Di sisi lain, warga lokal justru menghadapi kriminalisasi saat beraktivitas di tambang rakyat.
Melalui aksi tersebut, masyarakat menyampaikan tiga tuntutan utama. Pertama, PT CPM diminta segera mengajukan surat permohonan penciutan kontrak karya Blok Poboya ke Kementerian ESDM sesuai peta dan titik koordinat yang diajukan Lembaga Adat Poboya. Kedua, perusahaan diminta membuka dan menunjukkan surat permohonan tersebut kepada seluruh elemen masyarakat. Ketiga, jika tuntutan tidak dipenuhi, PT CPM diminta meninggalkan wilayah Poboya.
“Apabila tuntutan ini tidak dipenuhi, PT CPM harus segera angkat kaki dari Poboya sebelum kami mengusir secara paksa dari Tanah Kaili,” ujar Kusnadi.
Masyarakat Poboya juga telah menyampaikan surat pemberitahuan aksi kepada Polresta Palu pada 13 Desember 2025. Mereka menegaskan aksi ini merupakan bagian dari kebebasan menyampaikan pendapat yang dijamin konstitusi.
Sementara itu, Redaksi Rajawalinet.co telah berupaya untuk meminta tanggapan kepada pihak perusahaan Sudarto selaku Senior Consul PT CPM dan Muhammad Sulthon selaku Direktur BRMS melalui aplikasi pesan singkat Whatsapp di hari yang sama. Namun, hingga berita ini diterbitkan keduanya belum memberikan keterangan.











