Warga Masing Duduki Kantor PT Sawindo Cemerlang

Dengan membentangkan spanduk bertuliskan tuntutan pengembalian tanah, warga mengecam perusahaan yang dianggap menyerobot lahan tanpa dasar hukum. Mereka juga menolak kriminalisasi terhadap warga yang memperjuangkan hak atas tanahnya.

Warga Masing Duduki Kantor PT Sawindo Cemerlang
Warga Desa Masing saat melakukan aksi unjuk rasa di Kantor PT Sawindo Cemerlang/Sumber: Istimewa

BANGGAI – Ratusan warga Desa Masing, Kecamatan Batui, Kabupaten Banggai, kembali turun ke jalan pada Minggu (9/11/2025) untuk menuntut pengembalian lahan yang mereka klaim dirampas oleh PT Sawindo Cemerlang. Aksi yang berlangsung sejak pagi itu berujung pada pendudukan dan boikot terhadap kantor perusahaan sawit tersebut.

Dengan membentangkan spanduk bertuliskan tuntutan pengembalian tanah, warga mengecam perusahaan yang dianggap menyerobot lahan tanpa dasar hukum. Mereka juga menolak kriminalisasi terhadap warga yang memperjuangkan hak atas tanahnya.

“Kami sudah cukup bersabar. Tanah ini bukan milik perusahaan, tanah ini milik rakyat yang hidup dan mati di atasnya. Kalau negara tidak hadir, maka rakyat akan bertindak sendiri!” teriak salah satu petani di depan gerbang kantor PT Sawindo Cemerlang.

Koordinator aksi menegaskan, perjuangan warga Masing bukan hanya soal kepemilikan lahan, tetapi juga soal martabat dan keberlanjutan hidup masyarakat. Ia menyebut PT Sawindo telah mengambil alih lahan tanpa izin dari pemilik sah, meski warga memiliki dokumen legal seperti Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) dan sertifikat.

“Kami punya bukti kepemilikan yang sah. Tapi justru masyarakat yang dilaporkan ke polisi. Ini bentuk ketidakadilan yang nyata,” tegas salah satu tokoh masyarakat Masing.

Tokoh pemuda Batui sekaligus pendiri Ruang Setara (Rasera) Project, Aulia Hakim, menilai keresahan warga Masing mencerminkan kegagalan pemerintah daerah dalam menyelesaikan konflik agraria. Ia mendesak Bupati Banggai, Amirudin, agar tidak diam melihat ketegangan yang terus meningkat.

“Pemerintah daerah tidak bisa terus menutup mata. Bupati harus tegas menghentikan aktivitas PT Sawindo dan segera mengevaluasi izin perusahaannya. Kalau perlu, izinnya dicabut karena sudah terlalu banyak melahirkan konflik,” ujar Aulia.

Warga Masing Duduki Kantor PT Sawindo Cemerlang
Aulia Hakim/Sumber: Istimewa

Menurut Aulia, konflik ini telah berlangsung lama. Sejak 2009–2010, PT Sawindo disebut menggusur lahan petani secara paksa. Pada 2017, perusahaan memaksa warga menandatangani Surat Perjanjian Kerja Sama (SPK) dan Surat Pengakuan Hutang (SPHu). “Petani menolak karena sistemnya merugikan. Tapi mereka yang bertahan justru dilaporkan ke Polsek Batui dengan tuduhan mencuri buah sawit,” tambahnya.

Dalam periode 2015–2016, saat masa konversi plasma mitra petani, hasil panen tandan buah segar (TBS) tak pernah dibagikan sesuai kesepakatan. Bahkan hingga 2020, sebagian petani tak menerima hasil sama sekali. Upaya mediasi yang difasilitasi camat maupun somasi hukum tak menghasilkan penyelesaian.

Kepala Desa Masing, Satuwo Andi Tahang, menguatkan tudingan warga. Ia menyebut perusahaan telah melanggar hukum dan merampas tanah warga serta aset desa. “Perusahaan ini memperlakukan rakyat seperti di masa kolonial. Mereka menggusur dan mengambil hak warga negara yang seharusnya dilindungi undang-undang,” ujarnya.

Massa menegaskan aksi boikot akan terus berlanjut hingga pemerintah daerah dan pihak perusahaan memberikan tanggapan resmi. “Kami tidak akan pulang sebelum ada penyelesaian yang adil dan terbuka,” kata salah satu warga.

Bagi warga Masing, aksi ini bukan sekadar protes, melainkan simbol perlawanan terhadap ketimpangan kekuasaan antara pemilik modal dan rakyat kecil. “Perjuangan kami bukan kejahatan,” ujar warga lainnya. “Kami hanya ingin mempertahankan tanah yang sudah kami warisi turun-temurun.”

error: Content is protected !!