PALU – Permasalahan kepemilikan lahan di Kelurahan Baiya, Kecamatan Tawaeli,Kota Palu telah menjadi sorotan sejak awal tahun 2023, namun hingga saat ini belum menemui solusi. Pemerintah setempat, dari tingkat kelurahan hingga provinsi, bersama lembaga adat setempat, telah berupaya menyelesaikan konflik ini tanpa hasil yang memuaskan bagi warga adat Kelurahan Baiya.
Awal mula konflik bermula dari lahan seluas 13.646 meter persegi yang semula dimiliki oleh almarhum Muhamad Thamrin Ali dengan Surat Hak Milik (SHM) tahun 1978. Lahan ini kemudian dijual oleh Ibu Nurmin, istri almarhum, kepada Zidan Ali, pemilik PT Sakti.
Adnan Lamoho, anggota lembaga adat Kelurahan Baiya, menyampaikan kebingungan warga adat terkait dasar kepemilikan sertifikat hak milik yang belum terklarifikasi hingga kini.
Adnan Lamoho menyoroti keengganan Ibu Nurmin untuk menjawab pertanyaan terkait dasar pembuatan sertifikat, menambah kompleksitas permasalahan. Warga adat Kelurahan Baiya, meskipun memiliki bukti sejarah turun temurun, termasuk peta Portugis dan Hindia Belanda tahun 1606 Masehi, merasa keberatan karena tidak memiliki surat resmi dari pemerintah terkait kepemilikan lahan Inolo (adat) mereka.
Warga adat mengekspresikan kekhawatiran besar dan menekankan urgensi pemerintah untuk mencari solusi yang adil. Mereka juga berharap pihak pembeli, PT Sakti, dapat membuka dialog untuk menentukan kebijakan terkait lahan adat yang telah mereka kuasai.
“Kami membutuhkan kejelasan secepatnya,” tegas Adnan Lamoho, menandaskan ketidakpastian yang dirasakan oleh warga adat Kelurahan Baiya. Senin 27 November 2023.