Indeks

Sengketa Lahan 13,2 Hektare, PT BJS Tetap Produksi 24 Jam

Alam mengungkapkan, pabrik kelapa sawit yang berlokasi di Desa Topogaro itu bahkan beroperasi selama 24 jam tanpa henti, meski masih menghadapi persoalan hukum dengan masyarakat pemilik lahan.

Sengketa Lahan 13,2 Hektare, PT BJS Tetap Produksi 24 Jam
Syamsul Alam, salah satu pemilik lahan yang diserobot oleh PT BJS/Sumber: Istimewa

MOROWALI, Rajawalinet.co — Di tengah sengketa lahan seluas 13,2 hektare dan belum jelasnya status hukum perusahaan, PT Bukit Jejer Sukses (BJS) dilaporkan masih terus menjalankan aktivitas operasionalnya.

Informasi tersebut disampaikan langsung oleh salah satu pemilik lahan, Syamsul Alam, kepada media melalui pesan singkat WhatsApp, Rabu (24/12/2025).

“PT BJS tidak mau datang kalau diundang siapa pun. Mereka santai saja, yang penting tetap beroperasi,” kata Alam.

Alam mengungkapkan, pabrik kelapa sawit yang berlokasi di Desa Topogaro itu bahkan beroperasi selama 24 jam tanpa henti, meski masih menghadapi persoalan hukum dengan masyarakat pemilik lahan.

Ia juga menyoroti sikap aparat penegak hukum dan pemerintah setempat yang dinilainya belum menunjukkan langkah tegas.

“APH dan pemerintah setempat diam-diam saja,” ujar Alam.

Menurut Alam, PT BJS diduga menjalankan kegiatan usaha tanpa mengantongi sejumlah perizinan penting, seperti izin lokasi, Hak Guna Bangunan (HGB), Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS), serta izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) sebagai syarat pembangunan jetty.

Ia menjelaskan, pada 17 Juli 2025 masyarakat dan pihak perusahaan sempat menyepakati penghentian sementara seluruh aktivitas PT BJS hingga sengketa lahan diselesaikan. Dalam kesepakatan tersebut, perusahaan juga diminta memberikan ganti rugi sebesar Rp500 ribu per meter kepada pemilik lahan.

“Kesepakatan itu sampai sekarang tidak dijalankan,” ungkapnya.

Selain itu, pemilik lahan menegaskan dua tuntutan yang telah disepakati bersama Pemerintah Kabupaten Morowali sejak 16 Desember 2019. Pertama, jika PT BJS tidak bersedia membayar atau memberikan ganti rugi atas lahan warga, maka seluruh aktivitas perusahaan di atas lahan tersebut harus dihentikan. Kedua, pemilik lahan memastikan tidak akan mencabut laporan keberatan yang telah diajukan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Morowali.

“Keberatan itu kami ajukan supaya HGB PT BJS tidak diterbitkan sebelum masalah ini benar-benar selesai,” kata Alam.

Terkait upaya penyelesaian konflik, Alam menyebut dirinya bersama perwakilan PT BJS telah dijadwalkan menghadiri pertemuan dengan Satuan Tugas Penyelesaian Konflik Agraria (Satgas PKA) Sulawesi Tengah.

“Kami diundang pada 19 Desember 2025, tapi PT BJS minta diundur ke Januari 2026,” ujarnya.

error: Content is protected !!
Exit mobile version