Jakarta, Kota Kedua dengan Cuaca Ekstrem Terburuk di Dunia

Selain Jakarta, kota lain di Indonesia seperti Surabaya juga mengalami intensifikasi dampak kekeringan dan banjir serupa.
Selain Jakarta, kota lain di Indonesia seperti Surabaya juga mengalami intensifikasi dampak kekeringan dan banjir serupa.

Jakarta, rajawalinet.co – Ibu kota Indonesia, menjadi sorotan dunia akibat dampak perubahan iklim ekstrem. Laporan WaterAid menempatkan Jakarta di peringkat kedua kota dengan kondisi cuaca ekstrem terburuk setelah Hangzhou, Cina.

Fenomena climate whiplash yaitu perubahan mendadak antara banjir dan kekeringan menjadi tantangan besar bagi Jakarta.

Dalam laporan yang mengolah data cuaca selama 42 tahun dari lebih 100 kota terpadat di dunia, Jakarta menunjukkan intensifikasi perubahan yang sulit diprediksi, memperburuk upaya mitigasi dan adaptasi lingkungan.

Kondisi ini tak hanya memengaruhi tata kelola air, tetapi juga meningkatkan risiko bencana seperti banjir besar pada musim hujan dan kekeringan panjang pada musim kemarau.

Pada Maret 2025, misalnya, wilayah Jabodetabek menghadapi panas ekstrem yang tiba-tiba berubah menjadi banjir hebat.

Dampak paling nyata dirasakan oleh kelompok rentan, seperti masyarakat miskin yang tinggal di daerah rawan bencana.

Ditambah lagi, infrastruktur tua dan tidak memadai membuat Jakarta semakin sulit menghadapi perubahan iklim yang cepat.

Selain Jakarta, kota lain di Indonesia seperti Surabaya juga mengalami intensifikasi dampak kekeringan dan banjir serupa.

Jeanny Sirait dari Greenpeace Indonesia menekankan bahwa eksploitasi lahan dan kurangnya ruang terbuka hijau memperparah situasi ini.

Ia juga mencatat bahwa pola musim hujan dan kemarau kini semakin tidak dapat diprediksi, menyulitkan para petani dan nelayan dalam mencari nafkah.

Hal ini memicu ancaman terhadap pasokan pangan dan kenaikan harga yang berpotensi menyebabkan krisis.

Sementara itu, Fajri Fadhillah dari ICEL menyoroti pentingnya pengurangan penggunaan bahan bakar fosil untuk mencegah dampak lebih jauh.

Ia menekankan perlunya kebijakan khusus seperti Undang-Undang Pengelolaan Perubahan Iklim guna memperjelas langkah mitigasi dan adaptasi terhadap krisis iklim.