Indeks

Harga Beras dan Ikan Turun, Kota Palu Alami Deflasi 0,08 Persen pada Oktober 2025

Kepala BPS Kota Palu, Agus Santoso, menjelaskan bahwa meski terjadi deflasi bulanan, secara tahunan inflasi Kota Palu masih terkendali.

Harga Beras dan Ikan Turun, Kota Palu Alami Deflasi 0,08 Persen pada Oktober 2025
Kepala BPS Kota Palu, Agus Santoso/Sumber: Tangkapan layar BPS Kota Palu

PALU, Rajawalinet.co – Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Palu mencatat daerah ini mengalami deflasi sebesar 0,08 persen pada Oktober 2025 dibandingkan bulan sebelumnya. Penurunan harga beras, ikan tude, dan tomat menjadi faktor utama turunnya indeks harga konsumen (IHK) di ibu kota Provinsi Sulawesi Tengah tersebut.

Kepala BPS Kota Palu, Agus Santoso, menjelaskan bahwa meski terjadi deflasi bulanan, secara tahunan inflasi Kota Palu masih terkendali.

“Kota Palu mengalami deflasi 0,08 persen pada Oktober ini. Komoditas utama penyumbang deflasi adalah beras, ikan tude, dan tomat,” ujar Agus dalam pemaparannya, Senin (3/11/2025).

Agus menyebut, secara year to date (Oktober 2025 terhadap Desember 2024), inflasi Kota Palu tercatat 2,87 persen, sedangkan secara year on year (Oktober 2025 terhadap Oktober 2024) mencapai 3,08 persen.

Dari total 379 komoditas yang dipantau BPS, terdapat 68 komoditas yang mengalami kenaikan harga—sebagian besar berasal dari kelompok bahan pangan—dan 63 komoditas yang mengalami penurunan harga, didominasi ikan dan sayuran.

“Komoditas pangan memang sangat berpengaruh terhadap pergerakan inflasi di Kota Palu. Ketika pasokan beras, ikan, dan sayur melimpah, biasanya kita mengalami deflasi seperti bulan ini,” jelas Agus.

Secara nasional, BPS mencatat inflasi sebesar 0,28 persen pada Oktober 2025 dibanding September 2025, dengan tingkat inflasi tahunan 2,86 persen. Sementara untuk Provinsi Sulawesi Tengah, inflasi bulanan tercatat 0,05 persen, dan inflasi tahunan mencapai 3,92 persen.

BPS juga mengidentifikasi beberapa kelompok pengeluaran yang mendorong inflasi di Kota Palu, di antaranya perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 3,83 persen, perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar 0,12 persen, serta penyediaan makanan dan minuman/restoran sebesar 0,09 persen.

Sebaliknya, kelompok makanan, minuman, dan tembakau mengalami deflasi terbesar sebesar 1,56 persen, diikuti kelompok transportasi sebesar 0,54 persen.

Untuk komoditas penyumbang deflasi, beras memberikan andil tertinggi sebesar 0,16 persen, disusul ikan tude (0,13 persen), angkutan udara (0,07 persen), tomat (0,04 persen), dan jagung manis (0,03 persen).

Sedangkan komoditas yang memberi andil terhadap inflasi, emas perhiasan menjadi penyumbang terbesar dengan 0,33 persen, diikuti telur ayam ras dan bahan bakar rumah tangga, masing-masing 0,02 persen.

“Harga emas perhiasan naik cukup signifikan, mengikuti tren kenaikan harga emas dunia yang masih berlangsung hingga Oktober ini,” kata Agus.

BPS juga mencatat faktor lain yang memengaruhi pergerakan inflasi nasional pada Oktober, termasuk meningkatnya permintaan telur ayam ras akibat pelaksanaan program MDG, serta naiknya produksi bawang merah berdasarkan Early Warning System (EWS) Kementerian Pertanian.

“Catatan penting bulan ini, tren kenaikan harga emas dunia masih berlanjut, sementara produksi bawang merah nasional meningkat. Dua hal ini turut memengaruhi dinamika harga di daerah,” pungkas Agus.

error: Content is protected !!
Exit mobile version