DPRD Palu Akan Tinjau Jetty Taipa–Mamboro

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP), Selasa (16/9/2025), anggota dewan menilai masalah ini menyangkut ruang hidup nelayan, bukan sekadar soal izin.

DPRD Palu Akan Tinjau Jetty Taipa–Mamboro
RDP perwakilan nelayan, perusahaan dan DPRD Kota Palu/Sumber: Istimewa

PALU, Rajawalinet.co – DPRD Kota Palu berjanji menindaklanjuti keluhan nelayan Taipa dan Mamboro Barat terkait aktivitas jetty milik PT Arasmamulya dan PT Muzo. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP), Selasa (16/9/2025), anggota dewan menilai masalah ini menyangkut ruang hidup nelayan, bukan sekadar soal izin.

Anggota Komisi C DPRD Palu, Mutmainah Korona, menegaskan nelayan membutuhkan kepastian penghidupan.

“Semua yang dibutuhkan adalah kepastian bagaimana penghidupan nelayan. Saya mendapat informasi dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi bahwa dua perusahaan ini belum punya izin RPPKL. Ini yang harus kita cek,” ujarnya.

Mutmainah menambahkan DPRD Palu akan berkoordinasi dengan DPRD Provinsi Sulawesi Tengah karena kewenangan perizinan berada di tingkat provinsi.

“Namun dampaknya dirasakan langsung oleh warga di Kota Palu. Maka kami punya kepentingan memperjuangkan nelayan,” tegasnya.

Ketua Komisi C, Abdurahim Nasar Al Amri, menilai RDP masih menyisakan kebingungan karena informasi yang berbeda-beda.

“Kalau kita hanya dengar dari rapat ini, kami bingung. Ada yang bilang di Taipa, ada yang bilang di Mamboro Barat. Jadi Komisi C harus turun langsung. Dari situ baru jelas apa keluhan warga dan apa yang bisa diselesaikan dengan perusahaan,” katanya.

Lurah Mamboro Barat, Megawaty Muid, mengaku tak pernah menerima laporan dari warganya soal jetty.

“Selama hampir empat tahun saya menjabat, tidak pernah ada masyarakat melapor. Kalau pun ada, hanya soal pasir yang terbawa arus. Jadi saya berharap warga juga dilibatkan sejak awal, jangan baru ketika ada masalah,” ujarnya.

Sementara Lurah Taipa, Muhammad Iqbal, menjelaskan kelurahannya hanya memfasilitasi pertemuan nelayan dengan perusahaan. Ia menyebut sempat ada permintaan kompensasi.

“Waktu itu nelayan minta Rp10 juta per orang. Perusahaan tidak sanggup, akhirnya hanya Rp2 juta. Dari 21 nelayan, 18 yang menerima, sementara dua belum karena tidak hadir atau ada urusan lain,” jelasnya.

Menutup RDP, Ketua DPRD Palu, Rico Djanggola, memastikan akan ada peninjauan langsung sebelum keputusan lebih lanjut.

“Kita harus melihat langsung di lapangan. Supaya jelas, tidak ada lagi simpang siur antara keterangan masyarakat dan perusahaan,” tegasnya.

error: Content is protected !!