JAKARTA, Rajawalinet.co – Penanganan perkara korupsi proyek satelit slot orbit 123° BT di Kementerian Pertahanan memasuki babak baru. Pada Senin (1/12/2025), Tim Penyidik Koneksitas gabungan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer (JAM PIDMIL), Penyidik Polisi Militer TNI, dan Oditurat Jenderal TNI resmi menyerahkan tiga tersangka beserta barang bukti kepada Tim Penuntut Koneksitas untuk proses hukum lebih lanjut.
Perkara yang berlangsung sejak pengadaan tahun 2012–2021 ini menyeret tiga nama penting, masing-masing:
- Laksda TNI (Purn) L, mantan Kepala Badan Pertahanan (Kabaranahan) Kemenhan yang bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
- TAVH, tenaga ahli satelit dan Managing Director Eurasian Technology Holdings PTE Ltd.
- GKS, Direktur Navayo International AG.
Sesuai rilis resmi diterima media ini, kasus ini bermula ketika Laksda TNI (Purn) L menandatangani kontrak pengadaan peralatan terminal satelit dengan Navayo International AG pada 1 Juli 2016, senilai USD 34,19 juta yang kemudian berubah menjadi USD 29,9 juta. Namun, kontrak tersebut dibuat tanpa mengikuti prosedur pengadaan yang diatur Perpres 54 Tahun 2010. Navayo ditunjuk tanpa proses lelang dan merupakan rekomendasi dari tersangka TAVH.
Dampaknya fatal, peralatan yang dikirim tidak sesuai spesifikasi dan tidak dapat digunakan, sehingga proyek satelit mangkrak. Berdasarkan perhitungan BPKP dan ahli keuangan negara, kerugian negara mencapai USD 21,38 juta atau setara Rp 306,8 miliar.
Lebih jauh, proses arbitrase internasional memperburuk situasi. Tersangka GKS memenangkan gugatan di ICC Singapura (Putusan ICC Case No. 24072/HTG, 22 April 2021), yang berbuntut pada permohonan penyitaan aset RI di Paris.
Dalam proses hukum, kasus ini dipisah menjadi dua berkas. Tersangka Laksda TNI (Purn) L dan TAVH ditahan masing-masing di Rutan POM AL dan Rutan Salemba. Sementara GKS masih berstatus DPO dan akan diadili secara in absentia.
Mahkamah Agung telah menetapkan Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta sebagai forum peradilan yang memeriksa perkara, sesuai SK KMA Nomor 229/KMA/SK.HK2.2/XI/2025.
Ketiga tersangka dijerat dengan pasal berlapis terkait tindak pidana korupsi, yakni Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor jo. Pasal 55 KUHP.
Tahap penuntutan kini menjadi kunci apakah perkara yang telah mencoreng tata kelola proyek strategis Kemenhan ini akan segera menemukan titik terang, termasuk upaya negara memulihkan kerugian ratusan miliar rupiah tersebut.











