Yogi: Agromaritim Kunci Kemajuan Parigi Moutong

Keberadaan Perda No. 4 Tahun 2023 tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) menjadi landasan penting untuk memastikan ruang hidup masyarakat tani tetap terlindungi.

Yogi: Agromaritim Kunci Kemajuan Parigi Moutong
Sekretaris Wilayah PHI Sulteng, Yogi/Sumber: Istimewa

PARIGI MOUTONG,Rajawalinet.co  – Sekretaris Wilayah Partai Hijau Indonesia (PHI) Sulawesi Tengah, Yogi, menegaskan bahwa pembangunan industri berbasis agromaritim merupakan jalan utama untuk mengangkat kesejahteraan masyarakat Parigi Moutong. Menurutnya, kekayaan hayati dan sejarah sosial-ekonomi masyarakat yang bertumpu pada pertanian, peternakan, dan pengolahan hasil laut menjadi fondasi kuat perlunya arah pembangunan yang terintegrasi.

“Industri berbasis agromaritim adalah kunci kemajuan Parigi Moutong. Masyarakat dari Maleali sampai Sausu hidup turun-temurun dari sektor tani, ternak, dan laut. Jangan biarkan akar ekonomi ini luntur hanya karena kebijakan yang salah arah,” ujar Yogi pada Jumat, (26/12/2025).

Ia menilai Kabupaten Parigi Moutong memiliki keunggulan ekologis dan kultural yang tidak dimiliki banyak daerah lain di Sulawesi Tengah. Keberadaan Perda No. 4 Tahun 2023 tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) menjadi landasan penting untuk memastikan ruang hidup masyarakat tani tetap terlindungi. Peraturan tersebut menetapkan luas lahan pertanian berkelanjutan mencapai 65.135,20 hektare, terdiri atas 27.089,28 hektare LP2B dan 38.045,20 hektare LCP2B di sejumlah kecamatan.

“Perda itu bukan sekadar dokumen hukum. Ia penanda arah bahwa pertanian harus tetap menjadi tulang punggung ekonomi Parigi Moutong. Sekarang tugas kita memastikan mata rantai pertanian, peternakan, dan kelautan terhubung dalam industri agromaritim yang memberi nilai tambah bagi rakyat, bukan hanya investor,” tegasnya.

Yogi menyebut bentang Teluk Tomini sebagai lokus terbesar agromaritim di kawasan bioregion Sulawesi. Teluk seluas 137.700 km² dengan potensi terumbu karang mencapai 1.031 hektare dan stok perikanan WPPNRI 715 sebesar 994.024 ton menyimpan peluang besar bagi ekonomi sirkular dan keberlanjutan hayati.

“Kita duduk di pinggir salah satu teluk terluas di Indonesia, tapi nelayan kecil justru semakin sulit hidup. Ini ironi yang harus kita balikkan. Agromaritim harus memberi ruang nafkah bagi nelayan tradisional, bukan hanya melayani kepentingan kapal besar,” ujar Yogi.

Namun ia mengingatkan bahwa lanskap agromaritim Teluk Tomini berada dalam ancaman serius. Pertambangan, perkebunan monokultur, dan aktivitas industri ekstraktif, termasuk arus kapal pengangkut nikel dari Morowali dan Morowali Utara ke luar negeri, meningkatkan tekanan ekologis di wilayah perairan Parigi Moutong.

“Pertambangan dan perkebunan skala besar terus mempersempit lahan tani dan merusak ekosistem pesisir. Kalau kita tidak waspada, Parigi Moutong akan kehilangan identitas dan masa depan ekonominya sekaligus. Itulah sebabnya ekonomi agromaritim harus menjadi pusat kebijakan, bukan pelengkap,” kata Yogi.

Ia menilai keputusan pemerintah daerah menerbitkan wilayah pertambangan di Parigi Moutong sebagai langkah keliru yang berpotensi mempercepat kerusakan ruang hidup masyarakat.

“Parigi Moutong bukan tempat yang bisa diserahkan begitu saja pada industri ekstraktif. Daerah ini lahir dari laut dan ladang. Jika ruang hidup itu hilang, kita bukan hanya kehilangan ekonomi, tapi kehilangan sejarah dan masa depan,” tegas Yogi.

Yogi menutup pernyataannya dengan menyerukan penguatan kebijakan pembangunan yang melindungi petani, nelayan, dan peternak sebagai subjek utama pembangunan, bukan objek eksploitasi.

“Agromaritim bukan sekadar konsep. Ini perlawanan terhadap lupa — lupa pada darimana kita berasal dan untuk siapa pembangunan harus berdiri,” ujarnya.

error: Content is protected !!