PALU, Rajawalinet.co – Pendamping hukum keluarga almarhum Aryanto Kasukung, Dwi Oknerison, menegaskan hasil gelar perkara khusus di Polda Sulawesi Tengah, Kamis (14/8/2025), membuka titik terang baru atas kematian Aryanto. Ia menyebut keterangan dokter forensik memperlihatkan indikasi kuat adanya tindak kekerasan sebelum korban meninggal, bukan akibat terkaman buaya seperti cerita yang beredar di masyarakat.
“Dokter Ben menjelaskan korban dianiaya semasa hidup. Ada patah tulang belikat sebelah kiri, tengkorak kepala retak, hingga lapisan otak mengalami kelainan dan ada bekas kekerasan di rahang. Jadi jelas ini bukan karena gigitan buaya,” ujar Dwi pada Sabtu (16/8/2025).
Dalam gelar perkara itu, menurutnya, penyidik telah memeriksa sekitar 10 orang saksi. Polisi juga memberikan ruang tanya jawab kepada peserta. Salah satu pertanyaan muncul mengenai kemungkinan luka di kepala korban akibat gigitan buaya. Namun dokter forensik menolak anggapan itu.
“Dokter Ben bilang, kalau gigitan buaya itu simetris, ada bekas di atas dan di bawah. Tapi luka di kepala Aryanto bukan seperti itu. Kesimpulannya, ini murni dibunuh,” tegas Dwi.
Ia menambahkan, kesimpulan dokter diperkuat dengan visum et repertum yang menyebut penyebab kematian adalah kekerasan tajam di kepala hingga menembus tulang tengkorak dan selaput otak, yang mengakibatkan pendarahan fatal.
Meski demikian, Dwi mengaku hasil resmi dari gelar perkara masih menunggu keluarnya surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan (SP2HP).
“Saya akan follow up ke penyidik maupun Polda. Jangan sampai ada alasan suratnya sudah keluar tapi belum diteruskan ke Polres Tolitoli. Kami ingin kepastian, kasus ini naik ke penyidikan,” katanya.
Dwi menilai keterangan dokter forensik sudah cukup jelas menunjukkan bahwa kematian Aryanto bukan diterkam buaya, melainkan akibat penganiayaan yang menyebabkan kematian.
“Dokter bilang, dia tidak mau berbohong karena takut hukum dunia dan akhirat. Itu menunjukkan keseriusan bahwa korban memang dibunuh,” pungkasnya.