Petani Dua Desa di Morowali Tuding PT SEI Abaikan Sungai Lampi

Alexander, perwakilan petani, mengatakan penimbunan dilakukan di wilayah Bugini dengan membangun jembatan menggunakan gorong-gorong yang kemudian ditimbun kembali.

Petani Dua Desa di Morowali Tuding PT SEI Abaikan Sungai Lampi
Wilayah dalam kawasan PT SEI yang menimbun bantaran Sungai Lampi/Sumber?GoogleMap

MOROWALI UTARA, Rajawalinet.co – Petani dari Desa Bunta dan Desa Tompira menuding PT Stardust Estate Investment (SEI) mengabaikan fungsi Sungai Lampi dengan melakukan penimbunan di bantaran sungai. Akibatnya, ratusan hektare sawah mereka tergenang dan gagal panen sejak 2023.

Alexander, perwakilan petani, mengatakan penimbunan dilakukan di wilayah Bugini dengan membangun jembatan menggunakan gorong-gorong yang kemudian ditimbun kembali.

“Mereka timbun bantaran sungai sampai terjadi penyempitan dan pendangkalan. Aliran air tidak lancar lagi, sementara sawah kami di Bunta dan Tompira jadi korban,” ujarnya, Senin (15/9/2025).

Alexander menegaskan, kondisi ini membuat petani gagal panen dua tahun berturut-turut.

“Tahun 2023 kami hanya sekali panen. Tahun 2024 gagal, 2025 terancam gagal lagi. Dari 300 hektare sawah, sekitar 240 hektare sudah terendam,” jelasnya.

Ia menyebut perusahaan tidak mengindahkan teguran DPRD maupun instansi terkait.

“Pak Safri dan Pak Zainal pernah turun, DPRD juga sudah menegur, tapi PT SEI tetap jalan terus. Mereka abai dengan Amdal, abai dengan daerah aliran sungai,” tegas Alexander.

Petani menduga penimbunan dilakukan untuk persiapan pembangunan stockpile.

“Kalau prediksi saya, mereka siapkan stockpile. Limpahan limbahnya bisa mengalir ke Sungai Lambonga dan bermuara ke laut. Kami hanya minta jangan tutup aliran Sungai Lampi karena itu satu-satunya akses buangan air,” katanya.

Alexander juga menyoroti lemahnya pengawasan pemerintah daerah.

“Pemda belum pernah kasih somasi. Yang pernah turun ya hanya dua orang itu, tapi setelah pulang tidak ada tindak lanjut. Normalisasi sungai pun tidak dilakukan,” ungkapnya.

Menurutnya, petani sudah berulang kali meminta DPRD Morowali menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP), namun selalu terhambat.

“Sampai sekarang tidak ada RDP. Surat kami sudah masuk satu bulan lebih, tapi DPRD tidak merespon. Hampir semua anggota DPRD di sini juga penambang, hanya segelintir yang bukan. Jadi kami sulit mencari solusi kalau bukan DPRD provinsi yang turun,” ujarnya.

Alexander menegaskan, perjuangan petani tidak untuk menghentikan aktivitas perusahaan, melainkan menyelamatkan akses air bagi pertanian.

“Kami hanya minta Sungai Lampi jangan ditutup. Itu napas kami sebagai petani,” tutupnya.

error: Content is protected !!