Surabaya, rajawalinet.co – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah kediaman mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, La Nyalla Mattalitti, di Surabaya, Jawa Timur, pada Senin (14/4). Penggeledahan ini merupakan bagian dari proses penyidikan kasus dugaan korupsi terkait pengurusan dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) yang bersumber dari APBD Jawa Timur tahun anggaran 2021–2022.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, membenarkan adanya kegiatan penggeledahan tersebut. “Benar, penyidik sedang melakukan kegiatan penggeledahan di Kota Surabaya terkait perkara dana hibah pokmas Jatim,” ujar Tessa dalam keterangan resminya.
Namun demikian, Tessa belum bersedia membeberkan secara rinci lokasi yang digeledah di Kota Pahlawan tersebut. “Untuk penjelasan lebih lanjut akan disampaikan setelah seluruh rangkaian kegiatan penggeledahan selesai dilaksanakan,” tambahnya.
La Nyalla Mattalitti yang juga dikenal sebagai mantan Ketua Umum PSSI, disebut-sebut memiliki keterkaitan dalam penyelidikan korupsi dana hibah pokmas yang tengah didalami KPK.
Sebelumnya, dalam pengembangan kasus ini, KPK telah menyita sejumlah aset, termasuk tiga unit tanah dan bangunan di Surabaya serta satu unit apartemen di Malang. Aset dengan total nilai mencapai Rp8,1 miliar tersebut diketahui berada dalam penguasaan Wakil Ketua DPRD Jawa Timur periode 2019–2024, Anwar Sadad.
KPK telah menetapkan 21 orang sebagai tersangka dalam perkara ini. Dari jumlah tersebut, empat orang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap, sementara 17 lainnya merupakan pihak pemberi. Tiga dari empat tersangka penerima merupakan penyelenggara negara, namun hingga kini KPK belum mempublikasikan identitas para tersangka maupun konstruksi lengkap perkara.
Dalam proses penyidikan, KPK juga telah memanggil dan memeriksa sejumlah saksi penting, termasuk mantan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT), Abdul Halim Iskandar atau yang akrab disapa Gus Halim.
Hingga kini, KPK masih terus melanjutkan upaya pengumpulan alat bukti guna mengungkap lebih lanjut jaringan dan aliran dana dalam kasus dugaan korupsi yang melibatkan dana publik tersebut.