Keluarga Aryanto Desak Polda Sulteng Gelar Perkara Khusus

Pendamping hukum keluarga, Dwi Oknerison, menegaskan bahwa luka-luka pada tubuh korban lebih mengarah pada kekerasan manusia, bukan serangan hewan buas.

Keluarga Aryanto Desak Polda Sulteng Gelar Perkara Khusus
Jenazah Aryanto Kasukung saat ditemukan di Desa Buga/Sumber:Istimewa

TOLI-TOLI, Rajawalinet.com – Kematian Aryanto Kasukung, warga Desa Malala, Kecamatan Dondo, yang ditemukan tak bernyawa di hutan bakau Desa Buga, Kecamatan Ogodeide, Kabupaten Toli-Toli, pada 6 November 2024, terus menuai pertanyaan. Keluarga korban mendesak Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah menggelar perkara khusus atas dugaan kejanggalan dalam penanganan kasus ini.

Pendamping hukum keluarga, Dwi Oknerison, menegaskan bahwa luka-luka pada tubuh korban lebih mengarah pada kekerasan manusia, bukan serangan hewan buas.

“Kalau dilihat dari luka-lukanya, terutama di tengkorak bagian belakang, itu ada tiga lubang seperti tusukan benda tajam. Hasil Visum et Repertum menyatakan korban meninggal karena kekerasan tajam yang menembus tengkorak hingga menyebabkan pendarahan otak,” ungkap Dwi saat dihubungi melalui WhatsApp, Selasa (6/8/2025).

Dwi mengaku ikut menyaksikan proses ekshumasi jenazah yang dilakukan tim Biddokkes Polda Sulteng pada 11 Februari 2025 di Desa Malala. Ia menyebut temuan tersebut tidak mendukung dugaan awal bahwa korban tewas diterkam buaya.

“Tidak ada satu saksi pun yang melihat Aryanto digigit buaya. Memang jasad ditemukan di wilayah mangrove, tapi tidak cukup bukti untuk menyimpulkan itu penyebab kematiannya,” tegasnya.

Ia juga menyoroti minimnya transparansi dalam hasil penyelidikan polisi. “Dalam SP2HP, hasil visumnya hanya mencantumkan kesimpulan singkat. Tidak ada penjelasan rinci tentang pemeriksaan luar dan dalam. Padahal itu penting agar tidak ada spekulasi,” katanya.

Keluarga korban telah mengirim surat permohonan gelar perkara khusus kepada Wassidik Polda Sulteng dan ditembuskan ke Mabes Polri sejak 10 Juni 2025. Namun, menurut Dwi, hingga kini belum ada tanggapan resmi.

“Kami ingin gelar perkara dilakukan secara terbuka. Jangan sampai ada informasi yang ditutup-tutupi. Keluarga merasa ada sesuatu yang disembunyikan dari kasus ini,” ujarnya.

Dwi juga mengeluhkan sulitnya komunikasi dengan pihak Polda Sulteng dan tim forensik. “Saya sudah hubungi Humas Polda dan dokter Ben, tapi belum ada respons. Padahal forensik seharusnya jadi kunci utama dalam mengungkap penyebab kematian Aryanto secara ilmiah,” tambahnya.

Diketahui, keluarga sempat melapor ke Polsek Ogodeide pada 1 Desember 2024, namun laporan ditolak. Baru pada 5 Desember 2024 laporan resmi diterima Polres Toli-Toli, yang kemudian dilanjutkan dengan proses ekshumasi dan penyelidikan lanjutan.

error: Content is protected !!