PALU, Rajawalinet.co — Kejaksaan Negeri (Kejari) Palu memaparkan capaian kinerja sepanjang Januari–Desember 2025, mencakup bidang tindak pidana umum, tindak pidana khusus, serta intelijen. Pada tahun ini, Kejari Palu juga mencatat penggunaan mekanisme restorative justice (RJ) terbanyak di Sulawesi Tengah.
Kepala Kejari Palu, Mohamad Rohmadi, menegaskan bahwa setiap unit kerja di kejaksaan memiliki peran berbeda dalam penanganan perkara.
“Jumlah restorative justice yang kami lakukan terbanyak se-Sulteng. Dalam setahun, tujuh perkara berhasil diselesaikan melalui RJ, termasuk dua perkara narkotika,” kata Mohamad dalam jumpa pers Hari Antikorupsi Sedunia, Jumat (12/12/2025).
Pada bidang tindak pidana khusus, Kejari Palu menangani 3 kasus penyelidikan, 4 penyidikan, dan 3 penuntutan, serta mengeksekusi 8 terpidana. Tahun ini, pemulihan keuangan negara mencapai Rp4.039.159.113 yang berasal dari denda serta uang pengganti dan telah disetor ke kas negara.
Pada bidang tindak pidana umum, prapenuntutan mencapai 455 perkara dari target 462, sedangkan penuntutan 389 perkara. Sementara tahap eksekusi melampaui target, yakni 384 perkara dari 317. Realisasi anggaran dari pagu awal Rp600.508.000 juga dinilai optimal, dengan Rp562.003.000 terserap atau 96,16 persen.
Kasi Pidum, Intik Astutik, menjelaskan bahwa tujuh perkara yang diproses melalui RJ mencakup narkotika, pencurian, penganiayaan, hingga KDRT.
“Perkara narkotika yang dapat RJ wajib memenuhi syarat ketat. Ancaman hukuman harus di bawah lima tahun, tersangka belum pernah dihukum, dan barang bukti maksimal 0 sampai 0,7 gram,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa tersangka wajib membuat komitmen tidak mengulangi perbuatan dan tidak terkait jaringan peredaran gelap.
“Rehabilitasi ditentukan melalui asesmen terpadu yang melibatkan polisi, BNN, psikolog, dan dokter,” katanya.
Mohamad juga menerangkan fungsi intelijen yang hanya bertugas mengumpulkan informasi awal.
“Jika informasi awal menunjukkan potensi korupsi, kami teruskan ke Pidsus. Kalau tidak terbukti, intelijen memberikan rekomendasi atau meneruskan ke inspektorat untuk perbaikan administrasi,” jelasnya.
Dalam kasus pembangunan fisik yang ditemukan kekurangan volume pekerjaan, kejaksaan membuka ruang negosiasi.
“Jika rekanan sanggup mengembalikan dana, proses kami hentikan. Tapi kalau tidak ada itikad baik, perkara naik ke penyidikan,” tegasnya.
Mohamad menekankan bahwa Kejari Palu menerapkan paradigma baru dalam penegakan hukum. “Kami tidak hanya berorientasi pada pemidanaan, tetapi memprioritaskan pemulihan kerugian negara dan hak korban. Cara pandang ini mencegah penjara semakin penuh tanpa menyelesaikan akar masalah,” ujarnya.











