Kasus Chromebook Poso Nyaris Setahun Mengambang, KRAK Sulteng Desak Kejelasan

KRAK: Kejagung “Gass Poll”, Kejati Sulteng Malah “Injak Rem”?

Kasus Chromebook Poso Nyaris Setahun Mengambang, KRAK Sulteng Desak Kejelasan
Gambar : Tangkapan layar google

SULTENG, Rajawalinet.co — Kualisi Rakyat Anti Korupsi (KRAK) Sulawesi Tengah kembali menyoroti lambannya penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook pada Dinas Pendidikan Kabupaten Poso Tahun Anggaran 2022. Kasus ini telah dilaporkan sejak 18 Oktober 2024, namun hingga kini belum ada kejelasan status hukumnya.

Sorotan publik terhadap kasus ini semakin tajam setelah salah satu media cetak lokal merilis laporan berjudul “Diduga Perkara Chromebook Poso, Penyidik Minta Mahar Rp 500 Juta untuk SP3”. Dugaan itu menguatkan keresahan masyarakat bahwa proses hukum di daerah berjalan tidak transparan.

“Jika memang tidak cukup dua alat bukti, hentikan saja (SP3), jangan dibiarkan menggantung dan menimbulkan asumsi liar,” tegas Abd Salam Adam, Koordinator KRAK Sulteng dalam keterangannya kepada media, Jumat (4/7/2025).

Abd Salam membandingkan penanganan kasus ini dengan perkara serupa di Kejaksaan Agung RI, di mana dugaan korupsi pengadaan Chromebook senilai Rp 9,9 triliun melibatkan pejabat tinggi Kementerian Pendidikan, bahkan mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim hingga pihak Google Indonesia pun diperiksa secara intensif.

“Di pusat itu Gass Poll, tapi di daerah malah Injak Rem. Ini jelas tidak sinergi, ada kesan loyalitas ke pimpinan pusat rendah,” kritik Abd Salam.

Berdasarkan laporan KRAK, pada 2022 DPRD Kabupaten Poso telah menyetujui anggaran sebesar Rp 13,47 miliar untuk pengadaan 112 unit laptop bagi sekolah-sekolah. Namun, realisasi pengadaan diduga menyimpang. Barang yang diterima sekolah bukan laptop sebagaimana disetujui, melainkan Chromebook Acer C733 yang dinilai tidak sesuai spesifikasi dan tidak optimal digunakan tanpa jaringan internet, yang masih belum merata di wilayah Poso.

Selain itu, KRAK juga mencatat dugaan kuat terjadinya markup harga. Harga pembelian Chromebook untuk SD sebesar Rp 7,31 juta per unit dan untuk SMP Rp 7,55 juta. Padahal, harga pasaran hanya sekitar Rp 4,74 juta. Akibatnya, negara diduga dirugikan hingga Rp 4,5 miliar.

Saat dikonfirmasi, Kasi Penkum Kejati Sulteng Laode Abd Sofyan membenarkan bahwa perkara tersebut masih dalam proses penyelidikan. Ia mengatakan pihaknya telah melakukan ekspose perkara bersama ahli pengadaan barang dan jasa.

“Masih sementara proses penyelidikan berjalan, khusus pengadaan Chromebook kami sudah ekspose dengan ahli pengadaan barang dan jasa,” ujarnya melalui pesan WhatsApp.

Publik berharap Kejati Sulteng segera memberi kepastian hukum terhadap kasus ini. Transparansi dan kecepatan penanganan menjadi krusial agar kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum tetap terjaga.