Kades Era Diduga Perintahkan Penyerobotan Lahan Warga, Kerugian Capai Rp250 Juta per Hari

Alan menyebut aktivitas panen ilegal ini telah berlangsung sejak PT RAS keluar hingga saat ini, atau sekitar dua bulan terakhir.

Kades Era Diduga Perintahkan Penyerobotan Lahan Warga, Kerugian Capai Rp250 Juta per Hari
Alan Billy Graham dan Nelson Manantuada, perwakilan masyarakat Desa Era yang melaporkan Kades ke Polda Sulteng

PALU, Rajawalinet.co — Masyarakat Desa Era bakal melaporkan dugaan penyerobotan lahan yang melibatkan Kepala Desa Era, Sekretaris Desa, dan Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) ke aparat penegak hukum. Dugaan tersebut mencuat setelah perusahaan perkebunan PT Rimbunan Alam Sentosa (RAS) resmi angkat kaki dari wilayah desa pada 31 Oktober 2025.

Perwakilan masyarakat, Alan Billy Graham, mengatakan pascakepergian PT RAS, warga yang memiliki legal standing berupa surat kepemilikan tanah berupaya kembali menguasai lahannya. Namun upaya itu justru berhadapan dengan kebijakan Kepala Desa Era.

“Ketika perusahaan keluar, masyarakat yang punya surat, yang diakui perusahaan dan pemerintah, mau kembali menduduki lahannya. Tapi justru berlawanan dengan Kepala Desa,” ujar Alan saat ditemui, Selasa (16/12/2025).

Ia menjelaskan, Kepala Desa Era diduga menginstruksikan masyarakat untuk memanen kelapa sawit di seluruh area perkebunan, termasuk di atas lahan yang memiliki surat dan legalitas yang sah.

“Perintah Kepala Desa itu menyuruh masyarakat untuk panen di semua area, termasuk lokasi yang punya surat-surat dan legal standing,” katanya.

Aktivitas panen tersebut, kata Alan, tidak hanya melibatkan warga Desa Era. Sejumlah pekerja panen bahkan berasal dari luar desa hingga luar provinsi, yang diduga terjadi akibat ajakan dan pembiaran dari aparat desa.

“Yang datang panen bukan hanya orang desa, tapi juga dari luar desa. Ini karena ajakan dan pembiaran Kepala Desa, Sekdes, dan Ketua BPD,” tegasnya.

Akibat kondisi tersebut, pemilik lahan yang sah tidak lagi dapat menguasai tanah mereka. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi benturan fisik di lapangan.

“Masyarakat yang punya lahan hari ini tidak bisa menguasai tanahnya. Kalau kami paksa, pasti benturan. Itu yang tidak kami inginkan, makanya kami memilih jalur hukum,” ujarnya.

Alan menyebut aktivitas panen ilegal ini telah berlangsung sejak PT RAS keluar hingga saat ini, atau sekitar dua bulan terakhir.

“Sejak 31 Oktober 2025 sampai hari ini aktivitas panen itu terus berlangsung,” jelasnya.

Ia juga mengungkap dugaan keterlibatan oknum aparat penegak hukum yang disebut membekingi aktivitas tersebut.

“Ada oknum anggota yang membacking. Mereka meminta upeti dengan memanfaatkan masyarakat untuk membungkus upeti itu,” ungkap Alan.

Menurut informasi yang diterima warga, besaran upeti tersebut mencapai Rp250 ribu per orang atau per kelompok.

“Soal itu bisa dikonfirmasi ke saksi yang menyerahkan uang,” katanya.

Olehnya, Alan juga akan melaporkan oknum tersebut ke pihak berwajib bersamaan dengan laporan Kades Era tersebut.

Lebih lanjut, kerugian akibat pemanenan sawit di atas lahan warga dinilai sangat besar. Berdasarkan data dari dua timbangan terdekat di Desa Peleru dan Desa Era, volume sawit yang dipanen mencapai sekitar 100 ton per hari.

“Rata-rata 100 ton per hari. Kalau harga Rp2.500 per kilogram, kerugiannya sekitar Rp250 juta per hari,” beber Alan.

Melalui laporan resmi yang telah disampaikan, masyarakat berharap aparat penegak hukum segera menertibkan aktivitas panen di lahan yang memiliki legalitas.

“Yang kami minta ditertibkan. Di luar lahan yang punya surat masih banyak kebun yang tidak memiliki legalitas. Kenapa bukan itu yang diatur?” tegasnya.

Alan juga menyoroti adanya dugaan intimidasi terhadap masyarakat oleh oknum aparat kepolisian di tingkat polsek.

“Ada upaya intimidasi kepada masyarakat dari oknum anggota polisi,” tambahnya.

Sementara itu, salah seorang pemilik lahan, Nelson Manantuada, mengaku belum pernah sekalipun memanen kelapa sawit di atas lahan miliknya sendiri.

Ia menyebut, saat mencoba menegur para pemanen sawit yang diduga suruhan Kepala Desa Era, ia justru menerima jawaban yang dinilainya tidak masuk akal.

“Mereka bilang ke saya, ‘iya betul ini lahan bapak, tapi kelapa sawitnya milik perusahaan’. Menurut saya itu tidak masuk akal, karena secara tidak langsung mereka mengakui kalau itu lahan kami,” jelas Nelson.

Nelson menambahkan, masyarakat pemilik lahan yang mengantongi sertifikat dKades Era Diduga Perintahkan Penyerobotan Lahan Warga, Kerugian Capai Rp250 Juta per Harian Surat Keterangan Tanah (SKT) justru tidak diperbolehkan memanen sawit di atas tanah mereka sendiri.

Sejalan dengan Alan, Nelson berharap aparat penegak hukum segera bertindak untuk mencegah konflik yang lebih luas.

“Saya berharap mereka segera ditertibkan. Kalau tidak, ini bisa memicu konflik antar masyarakat,” tuturnya.

Hingga berita ini diterbitkan, pihak Kepala Desa Era dan aparat terkait belum memberikan tanggapan resmi.11000

error: Content is protected !!