PALU, Rajawalinet.co — Barisan Lawan Sistem (BALAS) menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor DPRD Sulawesi Tengah, Senin (20/10/2025), untuk menandai satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Dalam aksi itu, massa menyoroti sejumlah kebijakan nasional yang mereka nilai bermasalah, terutama program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang disebut sarat penyimpangan dan berpotensi menjadi lahan korupsi.
Koordinator aksi BALAS, Wandi, menilai program MBG dijalankan secara terburu-buru tanpa sistem distribusi yang matang. Ia menyebut, dalam praktiknya, program itu justru memunculkan banyak persoalan di lapangan.
“Kami melihat program ini dipaksakan. Baru mulai dijalankan, tapi sudah banyak problem. Di Banggai Kepulauan dan Toli-Toli, sekitar 300 pelajar terpapar makanan beracun saat pendistribusian,” ujar Wandi saat orasi di depan gedung DPRD Sulteng.
Menurutnya, besarnya anggaran yang digelontorkan pemerintah pusat membuat program ini rawan diselewengkan.
“Kami menduga kuat MBG ini akan jadi lumbung korupsi. Anggarannya besar, Rp71 triliun. Sangat mungkin dibagi-bagi untuk orang-orang yang punya andil dalam kemenangan pemilu 2024,” tegasnya.
Selain program makan gratis, BALAS juga menyoroti kebijakan turunan lain, seperti rencana pembukaan 20 juta hektare lahan pangan dan energi, yang sebagian proyeknya berada di wilayah Sulawesi Tengah. Wandi menyebut kebijakan itu mengancam kelestarian lingkungan dan memperbesar risiko konflik agraria.
“Kebijakan ini bisa memperparah deforestasi dan memicu bencana ekologis. Di lapangan, proyek-proyek semacam ini selalu dikawal aparat. TNI dan polisi ada di mana-mana. Sistem Prabowo–Gibran ini sangat militeristik dan menekan masyarakat,” katanya.
BALAS menilai, satu tahun kepemimpinan Prabowo–Gibran belum menunjukkan arah kebijakan yang berpihak pada rakyat dan lingkungan.
“Kami tegas menolak MBG. Belum genap setahun dijalankan, tapi sudah bermasalah di banyak tempat. Ini harus dievaluasi total,” seru Wandi.
Selain MBG, massa juga menyoroti program hilirisasi nikel yang dinilai gagal memperbaiki nasib warga di wilayah tambang.
“Hilirisasi nikel sudah 10 tahun berjalan, tapi tak pernah dievaluasi. Warga terus jadi korban, lingkungan rusak, tapi pemerintah tutup mata,” lanjutnya.
Wandi juga menyinggung proyek Kawasan Pangan Nusantara (KPN) di Kabupaten Donggala yang dianggap gagal total. Ia menyebut proyek itu hanya menjadi kedok untuk eksploitasi sumber daya alam.
“Ada 15.000 hektare lahan KPN di Donggala yang digadang-gadang jadi proyek contoh. Tapi kenyataannya, kayu diambil dan tidak jelas ke mana. Proyeknya gagal, tapi tetap diklaim sebagai program strategis nasional,” jelasnya.
Lewat aksi tersebut, BALAS menuntut pemerintah untuk menghentikan proyek-proyek yang merusak lingkungan, menolak pendekatan militeristik dalam pembangunan, serta melakukan audit transparan terhadap seluruh anggaran program strategis nasional.
“Kami ingin pemerintah berhenti menggunakan dalih pembangunan untuk menindas rakyat. Negara seharusnya melindungi rakyat dan alam, bukan justru memperkaya segelintir elite,” tutup Wandi.