PALU, Rajawalinet.co — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Perwakilan Sulawesi Tengah menyoroti kembali persoalan keselamatan jiwa di kawasan pertambangan Poboya setelah kecelakaan maut yang menewaskan seorang sopir truk. Peristiwa ini menambah deretan insiden serupa yang menimbulkan kekhawatiran publik terhadap kelayakan kendaraan dan perilaku berkendara para sopir di jalur tambang.
Kepala Komnas HAM Perwakilan Sulawesi Tengah, Livand Breemer, menilai kecelakaan tersebut lahir dari lemahnya pengawasan dan pembiaran terhadap praktik kerja yang berisiko tinggi.
“Ini bukan sekadar kecelakaan lalu lintas biasa. Rentetan insiden di Poboya menunjukkan pengabaian serius terhadap standar keselamatan kerja dan hak atas hidup,” ujar Livand di Palu pada Kamis, (25/12/2025).
Menurut dia, banyak kendaraan operasional tambang, khususnya truk pengangkut material, beroperasi dalam kondisi tidak layak dan tetap digunakan secara paksa demi memenuhi target angkutan. Selain itu, laporan warga mengenai sopir yang berkendara ugal-ugalan di jalur pemukiman memperbesar potensi bahaya bagi masyarakat sekitar.
“Kami menerima keluhan langsung dari warga tentang sopir yang memacu kendaraan tanpa memedulikan keselamatan lingkungan sekitar. Situasi ini tidak boleh dibiarkan,” tegas Livand.
Komnas HAM Sulteng mendesak kepolisian dan Dinas Perhubungan mengambil langkah cepat untuk menertibkan kendaraan yang tidak memenuhi standar keamanan. Livand meminta pemeriksaan rutin dilakukan secara menyeluruh agar kendaraan yang tidak laik jalan tidak lagi mengaspal di kawasan pertambangan maupun menuju daerah pemukiman.
“Kendaraan rongsokan yang dipaksa beroperasi jelas mengancam nyawa. Pemerintah dan aparat penegak hukum harus bertindak tegas, bukan hanya imbauan,” kata Livand.
Selain itu, Komnas HAM mendesak penindakan hukum bagi sopir yang berkendara membahayakan warga. Ia menegaskan, keselamatan masyarakat tidak boleh menjadi korban dari kepentingan produksi. Komnas HAM juga meminta instansi teknis mengevaluasi prosedur keselamatan kerja di seluruh titik aktivitas tambang.
“Nyawa manusia tidak boleh dianggap murah dalam aktivitas ekonomi pertambangan. Penertiban kendaraan dan sopir ugal-ugalan adalah mandat perlindungan hak atas hidup,” tutupnya.











