PT BJS Absen di Gelar Perkara, Pelapor Ungkap Dugaan Pelanggaran Baru

Pendamping pelapor Syamsu Alam dan La’ane Tahir, mengatakan konflik ini sudah dibahas dalam 17 kali pertemuan lintas pihak, mulai dari pemerintah desa hingga kabupaten

PT BJS Absen di Gelar Perkara, Pelapor Ungkap Dugaan Pelanggaran Baru
Jalur pipa minyak hasil olahan milik PT BJS/Sumber: Google Maps.

PALU, Rajawalinet.co – Gelar perkara khusus dugaan penyerobotan lahan oleh PT BJS di Desa Topogaro, Kabupaten Morowali, kembali bergulir tanpa kehadiran pihak perusahaan. Pertemuan yang digelar di Polda Sulawesi Tengah pada Senin (1/12/2025) itu dimanfaatkan pelapor untuk memaparkan ulang kronologi panjang persoalan yang mereka sebut tak kunjung mendapat penyelesaian.

Kusnadi Paputungan, pendamping pelapor Syamsu Alam dan La’ane Tahir, mengatakan konflik ini sudah dibahas dalam 17 kali pertemuan lintas pihak, mulai dari pemerintah desa hingga kabupaten. Namun, menurutnya, dialog tersebut tidak pernah menghasilkan keputusan konkret.

“Sudah 17 kali rapat digelar. Tapi setiap mau masuk ke tahap kesepakatan, hasilnya selalu buntu. Orang yang diutus BJS bukan pengambil keputusan, hanya datang tanpa bisa menentukan harga atau keputusan apapun,” ujar Kusnadi saat dihubungi, Selasa (2/12/2025).

Ia menilai pola kehadiran perusahaan hanya memperpanjang masalah. “BJS ini seperti sengaja mengulur-ulur. Mereka hadir, tapi tidak pernah membawa orang yang punya kewenangan. Kesannya hanya menggugurkan kewajiban,” tambahnya.

Kusnadi juga memaparkan adanya perbedaan klaim luas lahan yang menjadi objek sengketa. PT BJS awalnya menyebut luas area mencapai 17,2 hektare. Namun hasil pengukuran ulang yang melibatkan pihak kehutanan dan perusahaan menunjukkan angka berbeda.

“Setelah diukur ulang, luasnya turun jadi 13,2 hektare. Perubahan angka ini yang kami sampaikan ke penyidik,” jelasnya.

Penyidik Polda Sulteng, kata Kusnadi, berkomitmen mendalami dugaan penyerobotan tersebut, terlebih karena pihak PT BJS tak hadir dalam gelar perkara.

“Penyidik bilang mereka akan terus dalami kasus ini. Mereka masih kumpulkan data dan keterangan, apalagi pihak BJS tidak hadir kemarin,” tuturnya.

Dalam pemaparan pelapor, muncul pula dugaan pelanggaran baru terkait legalitas perusahaan. Syamsu Alam, kata Kusnadi, mengungkap bahwa PT BJS tidak memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB).

“Kalau tidak ada HGB, IMB tidak boleh terbit. Artinya bangunan dan produksi mereka bisa dikategorikan ilegal. Kami diarahkan untuk melapor ke Krimsus,” ungkapnya.

Selain itu, ia juga menyoroti izin-izin lain yang diduga belum dipenuhi perusahaan, seperti izin jetty, TUKS, dan dokumen pendukung operasional. Radar Sulteng sebelumnya telah menelusuri informasi terkait jetty perusahaan tersebut. Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Sulteng, Arif Latjuba, saat itu menjelaskan belum mengetahui keberadaan jetty dimaksud dan berjanji melakukan verifikasi lapangan.

Kusnadi berharap penyidik segera menghadirkan pihak perusahaan agar proses hukum berjalan berimbang. “Sekarang tinggal kita lihat apakah Polda mampu menghadirkan BJS atau tidak,” pungkasnya.

error: Content is protected !!