Aristan Siap Koordinasi dengan JATAM Terkait Polemik Tambang Gamping di Bangkep

"Nanti saya koordinasi kembali dengan Direktur JATAM Sulteng untuk kesiapan pelaksanaan tindak lanjut audiensi yang lalu,”

Aristan Siap Koordinasi dengan JATAM Terkait Polemik Tambang Gamping di Bangkep
Aristan saat menghadiri Pelatihan Penguatan Ketangguhan Keluarga Bagi Organisasi Perempuan/ Sumber: Facebook-Aris Tan
Aristan Siap Koordinasi dengan JATAM Terkait Polemik Tambang Gamping di Bangkep
Audiensi Aristan bersama JATAM Sulteng dan warga Desa Lelang Matamaling/ Sumber: Istimewa

SULTENG, Rajawalinet.co – Wakil Ketua I DPRD Sulawesi Tengah, Aristan, menyatakan kesiapannya untuk kembali menjalin komunikasi dengan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulawesi Tengah dalam rangka menindaklanjuti hasil audiensi yang berlangsung pada Rabu, 2 Juli 2025.

“Wa’alaikumsalam. Mohon maaf, nanti saya koordinasi kembali dengan Direktur JATAM Sulteng untuk kesiapan pelaksanaan tindak lanjut audiensi yang lalu,” kata Aristan melalui pesan WhatsApp kepada Rajawalinet.co, Rabu (16/7/2025).

Dalam pertemuan tersebut, JATAM Sulteng dan warga Desa Lelang Matamaling, Kecamatan Buko Selatan, Kabupaten Banggai Kepulauan (Bangkep), kembali menyuarakan penolakan terhadap rencana aktivitas pertambangan batu gamping. Mereka juga menyerahkan hasil kajian investigatif yang memuat dugaan pelanggaran dalam proses penerbitan izin di wilayah yang termasuk kawasan karst.

Direktur JATAM Sulteng, Taufik, menegaskan bahwa penerbitan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) di wilayah Bangkep dinilai bertentangan dengan berbagai regulasi, di antaranya Perda tentang Kawasan Karst serta Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 53 Tahun 2019 yang menetapkan wilayah tersebut sebagai kawasan konservasi.

“Dugaan pelanggaran dalam penerbitan WIUP di Desa Lelang Matamaling bisa menjadi landasan hukum untuk pencabutan izin. Temuan dalam kajian kami menunjukkan adanya indikasi ketidaksesuaian dengan peraturan yang berlaku,” jelas Taufik saat diminta tanggapan terkait respons Aristan.

Ia juga menyoroti ancaman serius terhadap keberlangsungan hidup masyarakat desa jika tambang tetap dijalankan.

“WIUP ini seharusnya dicabut karena membahayakan sumber kehidupan warga. Termasuk potensi kerusakan sumber air bersih yang kami duga berada dalam area konsesi. Belum lagi ancaman terhadap wilayah pesisir, padahal hampir 70 persen warga di desa tersebut adalah nelayan,” tegasnya.

Sebelumnya, Aristan dalam pertemuan itu menyampaikan bahwa pihak DPRD akan menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi III untuk menindaklanjuti aspirasi warga dan JATAM. Kini, publik menantikan realisasi dari janji tersebut sebagai langkah konkret lembaga legislatif dalam merespons kekhawatiran masyarakat terhadap dampak pertambangan di wilayah kepulauan.