WALHI Sulteng Desak Bupati Parigi Moutong Cabut Rekomendasi Legalisasi Tambang

Berdasarkan Surat Rekomendasi Bupati Parigi Moutong Nomor 600.3.1/4468/DIS.PUPRP tertanggal 17 Juni 2025, pemerintah daerah mengusulkan perubahan wilayah pertambangan rakyat (WPR) di 53 titik tambang yang tersebar di 30 desa dan 23 kecamatan dengan total luas 355.934,25 hektar.

WALHI Sulteng Desak Bupati Parigi Moutong Cabut Rekomendasi Legalisasi Tambang
Kampainer WALHI Sulteng, Wandi/Sumber: Istimewa

PALU, Rajawalinet.co – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Tengah menyesalkan langkah Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong yang mengeluarkan rekomendasi legalisasi terhadap tambang-tambang emas ilegal. Keputusan tersebut dinilai mengabaikan keselamatan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat lokal yang selama ini bergantung pada sektor pertanian, perikanan, dan pariwisata.

“Kebijakan ini jelas tidak berpihak pada rakyat. Pemerintah daerah justru membuka ruang bagi eksploitasi sumber daya alam dengan dalih tambang rakyat, padahal banyak tambang itu dikuasai pemodal besar,” kata Kampainer WALHI Sulteng, Wandi, dalam rilis persnya, Rabu (8/10/2025).

Ia menjelaskan, berdasarkan Surat Rekomendasi Bupati Parigi Moutong Nomor 600.3.1/4468/DIS.PUPRP tertanggal 17 Juni 2025, pemerintah daerah mengusulkan perubahan wilayah pertambangan rakyat (WPR) di 53 titik tambang yang tersebar di 30 desa dan 23 kecamatan dengan total luas 355.934,25 hektar.

“Angka itu sangat tidak masuk akal dan bertentangan dengan tata ruang serta daya dukung lingkungan. Luasan yang direkomendasikan bahkan melebihi kapasitas wilayah yang tersedia,” tegas Wandi.

Ia menuturkan, Kabupaten Parigi Moutong selama ini dikenal sebagai lumbung pangan dan wilayah penyangga utama bagi sektor perikanan, agrobisnis, serta pariwisata di Sulawesi Tengah. Jika kebijakan tersebut diteruskan, kata Wandi, maka masyarakat akan menghadapi ancaman serius berupa krisis pangan, air bersih, hingga perampasan ruang hidup.

“Alih-alih memperbaiki tata kelola sumber daya alam, pemerintah justru melegalkan kejahatan lingkungan. Ini bentuk politik pengabaian terhadap rakyat dan alam,” ujarnya.

Menurut WALHI, tambang yang disebut sebagai “tambang rakyat” sering kali dikendalikan oleh pengusaha dan aparat, bukan masyarakat setempat. Akibatnya, warga hanya menjadi buruh tambang dengan upah rendah tanpa jaminan keselamatan kerja.

“Legalitas semacam ini tidak akan membawa kesejahteraan, justru menciptakan bencana ekologis dan sosial berkepanjangan,” kata Wandi.

Ia juga mengingatkan bahwa aktivitas tambang emas berpotensi mencemari sungai dan lahan pertanian melalui penggunaan bahan berbahaya seperti merkuri dan sianida. “Dampaknya langsung pada lingkungan dan kesehatan masyarakat,” tambahnya.

WALHI Sulteng menegaskan empat tuntutan utama:

  1. Mencabut surat rekomendasi Bupati Parigi Moutong Nomor 600.3.1/4468/DIS.PUPRP.
  2. Melakukan audit lingkungan dan penegakan hukum terhadap seluruh tambang ilegal.
  3. Menjamin perlindungan hak-hak masyarakat lokal dan memulihkan wilayah yang rusak.
  4. Mengembalikan fungsi ekologis Parigi Moutong sebagai penyangga pangan dan pariwisata berkelanjutan.

“Pemerintah harus memprioritaskan pemulihan lingkungan dan penguatan ekonomi rakyat, bukan memperluas ruang eksploitasi tambang,” tutup Wandi.

error: Content is protected !!