Kristian Toibo Ditahan, WALHI Sulteng Desak Pembebasan

Kristian ditetapkan sebagai tersangka setelah aksi damai warga Desa Watutau pada 31 Juli 2024

Kristian Toibo Ditahan, WALHI Sulteng Desak Pembebasan
Christian Toibo mengenakan rompi tahanan berfoto bersama Sandy dari Pengacara Hijau/Sumber:Istimewa

POSO, Rajawalinet.co — Penahanan Kristian Toibo, warga Desa Watutau, Kecamatan Lore Peore, Kabupaten Poso, memicu kecaman dari pegiat lingkungan. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Tengah menilai aparat melakukan kriminalisasi terhadap warga yang mempertahankan hak atas tanah mereka.

Kristian ditetapkan sebagai tersangka setelah aksi damai warga Desa Watutau pada 31 Juli 2024. Polisi menerbitkan surat penetapan tersangka melalui S.TAP/20/VII/RES.1.10/2025/Reskrim tertanggal 14 Juli 2025, lalu melimpahkan berkas ke Kejaksaan Negeri Poso yang langsung melakukan penahanan.

Kampainer WALHI Sulawesi Tengah, Wandi, menyebut proses ini penuh kejanggalan dan sarat tekanan.

“Ini pelimpahan kasus dari Polres ke Kejaksaan Negeri Poso. Untuk sementara dilakukan penahanan. Tapi bagi kami, Pak Kristian belum terbukti sebagai orang yang memprovokasi,” kata Wandi, Selasa (9/12/2025).

Menurut Wandi, penerapan Pasal 160 KUHP tidak memiliki dasar bukti yang kuat.

“Seharusnya Pak Kristian masih bisa beraktivitas karena proses pengadilan belum berjalan dan belum ada pembuktian bahwa beliau bersalah,” tegasnya.

WALHI Sulteng bersama Koalisi Kawal Pekurehua dan tim Pengacara Hijau menempuh langkah hukum untuk melawan penahanan tersebut. Mereka telah mengirim surat resmi ke Kejaksaan Negeri Poso agar Kristian tidak ditahan selama proses berjalan.

“Kami sudah menyurati kejaksaan agar Pak Kristian tidak ditahan. Kami akan tetap mengikuti dan mengawal persidangan untuk melawan klaim Bank Tanah,” ujar Wandi.

Konflik ini bermula dari klaim Badan Bank Tanah atas lahan eks HGU PT Hasfarm. Warga menilai klaim itu merambah lahan yang telah mereka kelola puluhan tahun untuk pertanian dan perkebunan.

Warga juga menyoroti pemberian Hak Pengelolaan (HPL) oleh ATR/BPN RI yang dinilai dilakukan tanpa konsultasi publik dan tanpa pengecekan langsung ke lapangan.

Bagi WALHI, kasus Watutau menjadi cermin konflik agraria yang lebih luas.

“Saat rakyat mempertahankan tanahnya, justru mereka dikriminalisasi. Negara seharusnya melindungi warganya, bukan memfasilitasi perampasan ruang hidup,” pungkas Wandi.

error: Content is protected !!