Gubernur Anwar Hafid Pertanyakan Kejanggalan HGB Lahan Trans LIK Tondo

Berdasarkan laporan dari ATR/BPN, HGB perusahaan asal Semarang tersebut telah diperpanjang sejak 2023, padahal masa berlakunya baru akan berakhir pada 2025.

Gubernur Anwar Hafid Pertanyakan Kejanggalan HGB Lahan Trans LIK Tondo
Rapat tindak lanjut penyelesaian konflik lahan di kawasan Trans LIK Tondo/Sumber: Istimewa

PALU, Rajawalinet.co — Gubernur Sulawesi Tengah, H. Anwar Hafid, M.Si, memimpin rapat tindak lanjut penyelesaian konflik lahan di kawasan Trans LIK Tondo, Kelurahan Tondo, Kecamatan Palu Timur, Selasa (21/10/2025). Dalam rapat itu, Anwar meminta penjelasan rinci soal perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB) PT Lembah Palu Nagaya yang dinilai janggal dan berpotensi menyalahi aturan.

Berdasarkan laporan dari ATR/BPN, HGB perusahaan asal Semarang tersebut telah diperpanjang sejak 2023, padahal masa berlakunya baru akan berakhir pada 2025. Lebih jauh, peruntukan lahan yang sebelumnya ditetapkan sebagai kawasan transmigrasi kini berubah menjadi kawasan perumahan.

“Kenapa bisa ada perubahan peruntukan dari kawasan transmigrasi menjadi kawasan perumahan? Seharusnya peruntukan awal tetap dipertahankan ketika HGB diperpanjang,” tegas Gubernur Anwar Hafid.

Ia juga menyoroti bahwa sejak HGB diterbitkan pada 1995 hingga kini, lahan seluas 108 hektare tersebut belum dimanfaatkan secara produktif. Menurutnya, hal ini bertentangan dengan ketentuan bahwa perpanjangan HGB seharusnya diberikan pada lahan yang telah dikelola dengan baik.

Rapat yang berlangsung di ruang kerja Gubernur itu dihadiri Wakil Gubernur dr. Reny A. Lamadjido, Sp.PK., M.Kes., pejabat Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) Provinsi Sulteng, ATR/BPN, serta perwakilan PT Intim Anugerah Perkasa. Anwar kemudian menginstruksikan Dinas Nakertrans untuk segera melengkapi dokumen Transmigrasi Swakarsa Industri (TIS) LIK Tondo dan menelusuri dokumen HGB tahun 1995 sebagai dasar kerja sama antara PT Lembah Palu Nagaya dan Pemprov Sulteng.

“Dokumen ini penting sebagai dasar pijakan agar kita bisa mengambil langkah penyelesaian yang adil dan tidak merugikan pihak manapun, baik masyarakat maupun pengusaha,” ujarnya.

Kuasa hukum PT Intim Anugerah Perkasa, Frans Manurung, menjelaskan bahwa perusahaannya hanya menguasai lahan seluas 3,2 hektare hasil pembelian dari PT Lembah Palu Nagaya. Lahan tersebut berada di area Mess Pondok Karya yang kini ditempati sejumlah warga. Namun, klaim bahwa warga di area itu bukan bagian dari peserta transmigrasi dibantah oleh Tim Satgas Penanganan Konflik Agraria (PKA) Sulteng.

Ketua Satgas PKA, Eva Susanti Bande, menegaskan hasil verifikasi lapangan menunjukkan bahwa warga di Mess Pondok Karya adalah peserta resmi program transmigrasi sejak awal 1990-an.

“Temuan kami menunjukkan mereka bukan pendatang liar, melainkan warga resmi yang datang melalui program transmigrasi,” kata Eva.

Sementara itu, Wakil Gubernur Reny Lamadjido meminta agar penyelesaian konflik dilakukan dengan mengedepankan sisi kemanusiaan.

“Kita berharap semua pihak bijak menyikapi persoalan ini. Jangan sampai ada warga yang kehilangan tempat tinggal tanpa solusi. Pengusaha juga diharapkan mau membantu mencarikan jalan tengah yang terbaik,” ujarnya.

Rapat ditutup dengan kesepakatan bahwa Pemerintah Provinsi melalui Satgas PKA akan menelusuri lebih lanjut dokumen dan fakta lapangan sebelum mengambil langkah kebijakan berikutnya. Pemerintah menegaskan komitmennya mencari solusi yang adil, berkeadilan, dan berpihak pada masyarakat serta kepastian hukum.

error: Content is protected !!