Sulteng, Rajawalinet.co — Ketua Forum Perjuangan Masyarakat Mori Utara, Allan Billy Graham Tongku, meminta Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah (Kejati Sulteng) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) segera mengambil langkah hukum atas persoalan ini.
Allan mengungkapkan bahwa PT RAS menjalankan kegiatan usahanya hanya bermodalkan Izin Lokasi Nomor 188.45/SK.0909/UMUM/2006 dan Izin Usaha Perkebunan Nomor 525.26/0478/UMUM/2007 yang ditandatangani oleh Bupati Morowali saat itu, Anwar Hafid—yang kini menjabat Gubernur Sulawesi Tengah. Ia menilai penerbitan izin tersebut tidak mengantongi rekomendasi teknis dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“PT RAS beroperasi dengan legalitas yang tidak lengkap. Izin mereka tumpang tindih dengan wilayah yang sudah lebih dulu dimiliki dan dikelola oleh PTPN XIV sejak 1997, termasuk dengan 35.000 pohon sawit yang sudah ditanam,” ujar Allan, Senin (15/7/2025).
Lebih lanjut, ia menyebut PT RAS melakukan penebangan terhadap pohon-pohon sawit milik PTPN XIV dan memanfaatkan lahan Hak Guna Usaha (HGU) seluas 1.329 hektare tanpa izin maupun pembayaran sewa kepada pemilik sahnya.
“Penebangan tanaman itu menyebabkan kerugian negara senilai Rp12 miliar. Selain itu, sejak 2009, PT RAS juga tak pernah membayar sewa lahan HGU. Total kerugian keuangan negara diperkirakan mencapai Rp79,48 miliar, mengacu pada aturan yang berlaku,” jelasnya.
Allan menambahkan bahwa PT RAS telah memperoleh keuntungan dari panen sawit sejak 2008 tanpa pernah memberikan kompensasi kepada negara.
“Ini bukan lagi sekadar pelanggaran administratif. Negara sudah dirugikan dalam jumlah besar, tapi tak satu pun pejabat yang dimintai tanggung jawab,” ucapnya.
Tak hanya aspek finansial, Allan juga menyoroti dugaan perambahan kawasan hutan oleh PT RAS. Sejak 2006, perusahaan tersebut dituding menguasai 6.110 hektare kawasan hutan tanpa izin, yang berdampak pada hilangnya potensi penerimaan negara dan kerusakan lingkungan.
“Negara kehilangan pemasukan dari dana reboisasi, provisi sumber daya hutan, dan denda-denda yang seharusnya dikenakan atas eksploitasi kawasan hutan. Lingkungan pun rusak akibat perubahan fungsi hutan yang dilakukan secara ilegal,” tambahnya.
Karena itu, Allan menuntut agar Anwar Hafid diperiksa sebagai pejabat yang bertanggung jawab atas penerbitan izin awal untuk PT RAS.
“Saya mendesak Kejati Sulteng dan Kejagung segera memanggil dan memeriksa Anwar Hafid. Jangan tunggu masyarakat marah dan turun ke jalan baru hukum ditegakkan. Jangan biarkan masyarakat menganggap hukum hanya berlaku kalau viral,” tegasnya.
Ia menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa permasalahan ini bukan semata pelanggaran korporasi, tapi juga bentuk penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat publik.
“Negara mengalami kerugian besar, masyarakat kehilangan haknya, dan lingkungan hancur. Jangan biarkan keadilan hanya muncul setelah ramai diberitakan,” pungkas Allan.