Fathur Razaq Hidupkan Budaya Sulteng Lewat 7 Lagu Ikonik

Fathur Razaq Anwar yang bertindak sebagai Produser Eksekutif, menandai langkah penting dalam pelestarian dan promosi kekayaan intelektual daerah. (ist)
Fathur Razaq Anwar yang bertindak sebagai Produser Eksekutif, menandai langkah penting dalam pelestarian dan promosi kekayaan intelektual daerah. (ist)

Palu, rajawalinet.co – Dalam sebuah gebrakan budaya yang sarat makna, Hasan Bahasyuan Institute (HBI) bersama grup musik lokal The Mangge resmi merilis proyek ambisius: menghidupkan kembali tujuh lagu legendaris maestro seni budaya Sulawesi Tengah, Hasan Bahasyuan. Proyek ini didukung penuh oleh tokoh muda Fathur Razaq Anwar yang bertindak sebagai Produser Eksekutif, menandai langkah penting dalam pelestarian dan promosi kekayaan intelektual daerah.

Fathur Razaq Anwar, yang dikenal aktif mendorong kreativitas generasi muda di Sulawesi Tengah, menyebut bahwa proyek ini merupakan wujud nyata kepeduliannya terhadap warisan budaya lokal yang belum mendapatkan perhatian optimal. Ia menegaskan bahwa selain sumber daya alam, Sulawesi Tengah juga memiliki kekayaan budaya yang layak diperkenalkan secara luas.

“Sulteng tidak hanya kaya secara alam, tapi juga secara budaya. Sayangnya, kekayaan intelektual ini kurang mendapat sorotan. Lewat proyek ini, kami ingin memperkenalkan musik Sulteng ke panggung internasional dan memperkuat identitas budaya kita,” ujar Fathur dalam konferensi pers bertajuk a(R)tribut, Selasa (10/6/2025) di Kampung Nelayan, Palu.

Direktur HBI, Zul Fikar Usman, menambahkan bahwa proyek ini bukan sekadar pelestarian lagu, tetapi juga bentuk promosi pariwisata serta diplomasi budaya. Ia menjelaskan, sentuhan musik modern tetap mempertahankan esensi nostalgia dari karya-karya asli Hasan Bahasyuan agar bisa menjangkau generasi muda tanpa kehilangan akar budaya.

Sementara itu, Rian Fauzi dari The Mangge menjelaskan bahwa aransemen ulang dilakukan dengan penuh hormat terhadap struktur asli lagu. Proses kreatif ini melibatkan beragam elemen, mulai dari vokalis paduan suara, sanggar seni, hingga musisi orkestra dari berbagai kabupaten di Sulawesi Tengah. Karena keterbatasan fasilitas rekaman di Palu, seluruh proses produksi dilakukan di luar daerah dan diperkirakan berlangsung selama 30 hari.

Tujuh lagu ikonik yang akan dirilis ulang meliputi : Palu Ngataku, Randa Ntovea, Kaili Kana ku Tora, Putri Balantak, Posisani, Poiri Ngoviana, dan Salandoa. Proyek ini akan berjalan dalam tiga tahap : riset dan dokumentasi (Juli–September 2025), produksi dan pertunjukan nasional (Oktober–Desember 2025), serta tur internasional dan distribusi digital (Januari–Mei 2026).

Dengan kepemimpinan kreatif Fathur Razaq Anwar, proyek ini diharapkan mampu memperkuat eksistensi budaya Sulawesi Tengah di tingkat nasional dan global. Lebih dari sekadar musik, inisiatif ini menjadi simbol kebangkitan identitas kultural yang patut diapresiasi dan terus diwariskan.