Aktivis Soroti Inkonsistensi Tata Ruang Pesisir Teluk Palu

Taufik mengkritik revisi RTRW Kota Palu yang dinilainya tidak transparan dan berpotensi merampas ruang publik.

Aktivis Soroti Inkonsistensi Tata Ruang Pesisir Teluk Palu
Perwakilan WALHI Nasional menyampaikan kritiknya/Sumber: Adyaksa

PALU, Rajawalinet.co – Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulawesi Tengah menilai pemerintah tidak konsisten dalam mengatur tata ruang pesisir Teluk Palu. Direktur JATAM Sulteng, Taufik, menyebut pascabencana 2018, BPBD telah memetakan wilayah pesisir sebagai zona merah, namun izin tambang dan proyek besar tetap diterbitkan di kawasan rawan bencana tersebut.

“Ketika wilayah ini ditetapkan sebagai kawasan rawan bencana, seharusnya tidak lagi diganggu dengan aktivitas seperti tambang yang bisa mempercepat bencana,” ujarnya dalam diskusi publik di Cafe Teko, Minggu (10/8/2025).

Taufik mengkritik revisi RTRW Kota Palu yang dinilainya tidak transparan dan berpotensi merampas ruang publik. Ia mencatat peningkatan izin tambang di pesisir, khususnya Watusampu hingga Tipo, sejak 2021 hingga 2024, meski masyarakat di Buluri, Tipo, dan Loli Oge telah menyatakan penolakan.

“Tipo menolak tambang, Buluri menolak, Loli Oge juga menolak. Mereka bilang sudah cukup wilayah ini dibebani izin tambang,” tegasnya.

Ia juga menyoroti keberadaan PLTU Palu 3 berkapasitas 100 MW yang dinilai lebih berdampak dibanding PLTU Panau (30 MW), khususnya terhadap wilayah tangkap nelayan.

Manajer Kampanye Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil WALHI Nasional, Burhanuddin, menekankan pentingnya pemulihan ekosistem pesisir yang mengalami kerusakan serius, termasuk mangrove, padang lamun, dan terumbu karang. “Mangrove misalnya, 46 persen masuk kategori rusak berat,” ungkapnya.

Burhanuddin juga mengkritik perubahan zonasi dalam RZWP3K Teluk Palu. “Awalnya hanya ada dua zona, wisata dan penggaraman. Belakangan muncul zona industri, tapi zona mangrove justru tidak terlihat,” katanya.

Ia menilai advokasi penyelamatan pesisir harus berbasis data ekosistem dan tata ruang yang akurat, serta melibatkan kolaborasi lintas pihak. “Zona pelabuhan, zona mangrove, zona permukiman, semua sudah jelas di rencana zonasi. Tinggal zona tambang yang masih abu-abu. Ini yang harus kita perjelas,” tutupnya.

error: Content is protected !!