Jakarta, rajawalinet.co – Tim Gabungan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Kehutanan (Ditjen Gakkum Kemenhut) bersama Satuan Brimob Polda Jawa Timur berhasil menghentikan aktivitas tambang ilegal berupa galian C di dua lokasi kawasan hutan di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.
Kedua lokasi tersebut berada di Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) pada Perhutanan Sosial Kelompok Tani Hutan (KTH) Bendo Rejo dan KTH Margotani.
Operasi penertiban ini dilakukan menindaklanjuti laporan masyarakat terkait kerusakan hutan yang dikhawatirkan mengancam keselamatan lingkungan dan warga sekitar.
Direktur Penindakan Pidana Kehutanan, Rudianto Saragih Napitu, mengatakan bahwa pihaknya telah mengamankan dua orang pelaku berinisial IH, selaku operator alat berat, dan RP, sebagai pengawas lapangan.
“Selain dua pelaku, petugas juga menyita dua unit ekskavator dari lokasi tambang pertama dan dua unit ekskavator lainnya dari lokasi tambang kedua. Semua barang bukti telah diamankan,” ujar Rudianto dalam keterangannya, Selasa (13/5/2025).
Ia menegaskan bahwa kasus ini masih dalam proses penyelidikan lebih lanjut oleh penyidik Gakkum Kehutanan. Pihaknya berkomitmen mengusut tuntas kasus ini, termasuk kemungkinan keterlibatan aktor lain di balik kegiatan pertambangan ilegal tersebut.
“Tidak menutup kemungkinan pelaku akan dijerat dengan pasal berlapis, yakni pidana kehutanan serta tindak pidana pencucian uang (TPPU), untuk memberikan efek jera terutama kepada pihak yang mendapat keuntungan utama dari kegiatan ilegal ini,” tegasnya.
Sementara itu, Dirjen Gakkum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, menyatakan bahwa penindakan ini merupakan bentuk komitmen kuat Kemenhut dalam melindungi hutan dari eksploitasi ilegal.
“Kejahatan tambang ilegal tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga memperkaya pelaku atas penderitaan masyarakat. Negara tidak boleh membiarkan hal ini terus terjadi,” ujarnya.
Para pelaku terancam dijerat Pasal 89 Jo. Pasal 17 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, sebagaimana telah diubah melalui Undang-Undang Cipta Kerja, dengan ancaman pidana penjara hingga 15 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar.