97 Izin Tambang Ancam Teluk Palu-Donggala

Dampaknya sudah terasa, seperti nelayan yang kehilangan rompong, serta warga Loli Oge yang tanahnya diambil paksa dan dimasukkan dalam konsesi tambang.

97 Izin Tambang Ancam Teluk Palu-Donggala
Lanskap Tambang Batuan di Watusampu/Sumber: JATAM Sulteng

PALU, Rajawalinet.co – Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulawesi Tengah mengungkap maraknya aktivitas pertambangan yang mengancam pesisir Teluk Palu dan Donggala. Dalam diskusi publik “Mengurai Masalah Pesisir Palu-Donggala dari Ancaman Lingkungan” di Cafe Teko, Minggu (10/8/2025), Direktur JATAM Sulteng, Taufik, memaparkan hasil pemetaan selama beberapa tahun terakhir.

Dari temuan itu, sepanjang 19 kilometer pesisir Palu-Donggala telah masuk dalam 97 izin tambang pasir dengan total luas sekitar 1.700 hektare. Jumlah tersebut meningkat setelah 10 izin baru terbit pada 2024 dan 2025.

“Pesisir ini masuk kawasan rawan bencana, sering terjadi longsor dan banjir seperti di Buluri dan Watusampu. Namun, izin tambang justru terus bertambah tanpa arah yang jelas,” tegas Taufik.

97 Izin Tambang Ancam Teluk Palu-Donggala
Lanskap Tambang Batuan di Watusampu/Sumber: JATAM Sulteng

Ia menyebut, peta rencana pemerintah bahkan membuka peluang hingga 400 ribu hektare lahan pesisir untuk pertambangan batuan, menimbulkan ancaman serius bagi lingkungan dan masyarakat. Dampaknya sudah terasa, seperti nelayan yang kehilangan rompong, serta warga Loli Oge yang tanahnya diambil paksa dan dimasukkan dalam konsesi tambang.

“Tanah diambil paksa, dibuatkan SKPT oleh oknum, lalu dimasukkan ke dalam konsesi tambang,” ujarnya.

Ancaman lain datang dari tambang emas di Poboya yang dekat aliran Sungai Pondo, di mana JATAM menemukan indikasi pencemaran merkuri berdasarkan penelitian Mapiratu (2017). Kawasan Taipa, Labuan, dan KEK Palu juga disebut berpotensi mencemari teluk, terutama dari limbah industri.

Jika dibiarkan, kata Taufik, Teluk Palu berpotensi berubah menjadi kawasan industri yang mengancam kesehatan warga. “Bahkan kualitas udara di teluk sudah pernah dinyatakan tidak sehat oleh Badan Pemantau Cuaca pada 2024,” tambahnya.

Taufik menegaskan perlunya kebijakan jelas untuk melindungi pesisir. “Kalau arah pembangunan tambang tetap seperti ini, yang jadi korban adalah masyarakat di pesisir,” tutupnya.

 

error: Content is protected !!