PALU – Direktur CV Miki Jaya Abadi, Agus Rahmad, harus mengembalikan uang muka sebesar Rp1.016.000.000 kepada Pemerintah Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah.
Putusan tersebut ditetapkan Pengadilan Tinggi (PT) Sulawesi Tengah dalam putusan perdata nomor 84/PDT/2024/PT PAL, Jum’at tanggal 22 Oktober 2024.
CV Miki Jaya Abadi, sebagai rekanan dalam proyek pengadaan 125 ekor sapi bali pada tahun 2022, sebelumnya terlibat sengketa hukum terkait kontrak pengadaan bibit ternak sapi dengan anggaran sekitar Rp4 miliar, bersumber dari APBD Kabupaten Buol. Pengadaan ini dikelola oleh Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Buol.
Kuasa hukum Pemerintah Kabupaten Buol, Amerullah, SH, membenarkan keputusan tersebut dan berharap ada iktikad baik dari pihak CV Miki Jaya Abadi untuk segera mengembalikan dana tersebut ke kas daerah.
“Kami berharap kepada pihak rekanan untuk menyetorkan uang Rp1.016.000.000 ke kas daerah Kabupaten Buol. Sebagai warga negara yang baik, kita harus taat hukum,” ujar Amerullah,
Kasus ini bermula dari pemutusan kontrak secara sepihak oleh Pemkab Buol, dianggap oleh CV Miki Jaya Abadi sebagai tindakan melawan hukum.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri (PN) Buol sempat memenangkan gugatan CV Miki Jaya Abadi dalam putusan nomor 2/Pdt.G/2024/PN Bul pada 21 Agustus 2024, menghukum Pemkab Buol membayar Rp449 juta kepada CV Miki Jaya Abadi.
Namun, Pemkab Buol melalui kuasa hukumnya, Amerullah, mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Sulawesi Tengah.
Hasilnya, putusan PN Buol dibatalkan, dan CV Miki Jaya Abadi dihukum untuk mengembalikan uang muka sebesar Rp1.016.000.000.
Amerullah menyatakan bahwa kontrak pengadaan sapi bali tersebut berakhir dengan sendirinya pada Desember 2022 setelah dilakukan addendum. Kontrak awal ditetapkan hanya berlangsung dari Juni-September 2022.
“Berdasarkan kontrak dan fakta hukum, tidak ada perbuatan melawan hukum dilakukan oleh klien kami, Pj Bupati Buol dan Kadis Ketahanan Pangan dan Pertanian,” tegas Amerullah.
Kuasa hukum CV Miki Jaya Abadi, Eggar Mahesa, SH, MH, menyatakan pihaknya belum menerima salinan putusan Pengadilan Tinggi.
“Belum mendapatkan salinan putusan,” ujarnya singkat melalui pesan WhatsApp.
Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan anggaran daerah besar dan menunjukkan pentingnya transparansi serta akuntabilitas dalam pengelolaan proyek pengadaan pemerintah.