Salah Satu dari 12 Kasus Diselesaikan Tanpa Persidangan

Restorative Justice: Kejaksaan Agung Hentikan 12 Perkara Pidana

Salah Satu dari 12 Kasus Diselesaikan Tanpa Persidangan
JAM-Pidum, Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, Saat Memimpin Ekspose Virtual/Foto: Ist

JAKARTA – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual untuk menyetujui 12 permohonan penyelesaian perkara menggunakan mekanisme keadilan restorative, pada hari ini (18/11/2024). Langkah ini dilakukan sebagai upaya mewujudkan kepastian hukum lebih humanis dan berbasis musyawarah.

Salah satu kasus diselesaikan adalah perkara Tomi bin Muhammad dari Kejaksaan Negeri Musi Banyuasin. Ia disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang penadahan setelah menerima barang hasil curian berupa mesin rumput dan besi dari saksi Candra bin Anuari.

Kasus ini bermula pada 3 Januari 2024, ketika saksi Candra mengambil mesin rumput dan besi dari sebuah gudang di Desa Danau Cala, Kecamatan Lais, Kabupaten Musi Banyuasin. Barang curian tersebut kemudian dijual kepada tersangka Tomi seharga Rp104.000. Atas perbuatannya, Tomi ditahan oleh penyidik kepolisian.

Namun, melalui pendekatan keadilan restoratif, tersangka mengakui kesalahannya, meminta maaf, dan berkomitmen tidak mengulangi perbuatannya. Korban menerima permintaan maaf tersebut dan meminta penghentian proses hukum. Setelah melalui serangkaian musyawarah dan perdamaian, kasus ini dihentikan dengan persetujuan JAM-Pidum.

Selain perkara Tomi, terdapat 11 kasus lain yang juga diselesaikan melalui keadilan restoratif. Sebagian besar melibatkan penganiayaan ringan, penggelapan, hingga kekerasan dalam rumah tangga. Semua kasus tersebut memenuhi syarat seperti ancaman pidana ringan, pelaku belum pernah dihukum, dan proses perdamaian disepakati secara sukarela.

JAM-Pidum menegaskan bahwa keadilan restoratif merupakan langkah konkret untuk mengedepankan kemanusiaan dalam penegakan hukum.

“Restorative justice bukan sekadar penghentian perkara, melainkan wujud nyata musyawarah dan mufakat demi kebaikan bersama,” ujarnya.

Kejaksaan Agung juga menginstruksikan Kepala Kejaksaan Negeri dan Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) sesuai dengan Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020.

Pendekatan ini mendapat respons positif dari masyarakat karena tidak hanya menyelesaikan masalah hukum, tetapi juga menciptakan harmoni di tengah masyarakat.

Penulis: DzulfikarEditor: Adillah
error: Content is protected !!