PALU – Dugaan korupsi mencuat di tengah proses tender proyek rekonstruksi ruas Salakan-Sambiut di Kabupaten Banggai Kepulauan. Salah satu anggota Pokja pada ULP Provinsi Sulawesi Tengah dituding membantu menyiapkan dan mencocokkan harga penawaran salah satu peserta tender untuk memastikan peserta tersebut memenangkan lelang.
Koordinator Aliansi Masyarakat Anti Korupsi (AMAK) Sulawesi Tengah, Muhlis, mengungkapkan via WhatsApp pada Sabtu, 27 Juli 2024, bahwa indikasi keterlibatan oknum Pokja terlihat dari dua kali kegagalan tender sebelumnya karena pemenang yang ditentukan diduga bukan peserta yang “dibantu” oleh mereka.
“Dalam Perpres nomor 12 Tahun 2021, Pokja dikategorikan sebagai pelaku pengadaan yang mempunyai tugas antara lain melaksanakan persiapan dan pemilihan penyedia,” ungkap Muhlis.
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa pihak Pokja dan penyedia jasa telah melanggar delapan etika dasar dalam pengadaan barang/jasa, yaitu:
- Tertib disertai tanggung jawab.
- Profesional, mandiri, dan menjaga rahasia.
- Tidak saling mempengaruhi.
- Menerima dan tanggung jawab.
- Menghindari conflict of interest.
- Mencegah pemborosan.
- Menghindari penyalahgunaan wewenang.
- Tidak menerima, menawarkan, atau menjanjikan sesuatu.
Perbuatan tersebut merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf i UU 31/1999 jo UU 20/2001, yang menyebutkan pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan yang ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya dapat dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Mantan Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Tadulako dan juga alumni Program Doktor Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Dr. Benny D Yusman, SH., MH., berkomentar bahwa jika dugaan tersebut benar, maka proses tender yang dilakukan sangat merusak prinsip pengadaan barang/jasa yang seharusnya efisien, efektif, terbuka, bersaing, transparan, adil, tidak diskriminatif, dan akuntabel.
Menurut Dr. Benny, unsur-unsur untuk memproses oknum Pokja dengan menerapkan pasal 12 huruf i sudah tepat.
“Penyidik juga perlu meminta audit dari BPK atau BPKP terkait hasil pekerjaan yang dilakukan oleh penyedia karena pasti akan banyak masalah yang terjadi akibat proses yang sudah bermasalah sejak awal,” katanya.
Belum lama ini, AMAK telah melaporkan dugaan korupsi benturan kepentingan kepada Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah. Proses tender proyek tersebut memiliki pagu anggaran sebesar Rp28.556.556.500,00 dan nilai kontrak Rp28,072 miliar, diduga telah dimanipulasi untuk menguntungkan PT Karya Etam Bersama, sebuah perusahaan yang berdomisili di Aceh, setelah dua kali gagal dalam proses tender.
“Kami tetap mengacu pada norma etika dan peraturan yang berlaku serta mengedepankan asas praduga tak bersalah,” tegas koordinator AMAK.