PALU – Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, masyarakat memiliki hak untuk berperan serta dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Pasal 2 ayat (1) menyatakan bahwa masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan ayat (2) menyatakan bahwa masyarakat berhak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi tentang dugaan tindak pidana korupsi serta menyampaikan saran dan pendapat kepada penegak hukum.
Muhlis, Koordinator Aliansi Masyarakat Anti Korupsi (AMAK), melaporkan dugaan korupsi serta benturan kepentingan dalam proses tender rekonstruksi Jalan Ruas Salakan-Sambiut kepada Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah pada Selasa, 2 Juli 2024.
Dalam laporannya, Muhlis menyatakan bahwa PT. Karya Etam Bersama (KEB) mengikuti ketiga proses tender dan dua kali dinyatakan gugur sebelum akhirnya menang pada tender ketiga. Diduga kuat telah terjadi persekongkolan dan adanya bagi-bagi uang kepada sejumlah pihak yang terlibat dalam proses lelang demi memenangkan PT. KEB.
Bukti foto yang dimiliki pelapor menunjukkan adanya klarifikasi penawaran lelang yang dilakukan di luar kantor resmi, mengindikasikan adanya praktik tidak transparan. Terdapat dugaan pemberian dana suap kepada oknum ULP Pemprov Sulawesi Tengah dan pihak Dinas Bina Marga Sulteng oleh PT. KEB untuk memenangkan tender.
Muhlis menyebutkan bahwa sejumlah oknum pejabat dan pihak terkait menerima dana dalam jumlah besar. Oleh karena itu, Muhlis meminta Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah untuk segera melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan terlapor yang terkait dalam kasus ini, termasuk pejabat dinas, pejabat ULP, PPK, pimpinan perusahaan PT. Karya Etam Bersama, dan individu-individu yang diduga sebagai pemberi suap.
Kasus ini diduga melanggar Pasal 12 huruf i UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal ini mengatur bahwa pegawai negeri atau penyelenggara negara yang turut serta dalam pengadaan barang dan jasa yang diurusnya dapat dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
“Laporan ini disusun dengan mengacu pada norma, etika, aturan, dan peraturan yang berlaku serta tetap mengedepankan azas praduga tak bersalah,” kata Muhlis.
Lebih lanjut, dia berharap kasus ini segera ditindaklanjuti untuk memastikan bahwa proses tender berjalan dengan transparan dan adil.