PALU – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sulawesi Tengah meyebutkan upaya penanganan dalam mencegah dan menurunkan angka stunting dilakukan melalui strategi penanganan dari bagian hulu hingga hilir agar penanganan tuntas.
Koordinator Manajemen Satuan Tugas (Satgas) Stunting BKKBN Sulteng, Try Nur Ekawati Lukman menjelaskan, dalam rangaka penanganan pihaknya melakukan dari hulu untuk mencegah stunting, mulai memberikan edukasi gizi sejak remaja dalam rangka mencegah stunting.
“Penanganan stunting tidak hanya bisa dilakukan sendiri tetapi harus bersama dan dimulai dari bagian hulu hingga hilirnya,” jelasnya kepada rajawalinet.co Kamis (10/8/2023).
Lebih lanjut, kata Try, bahwa momen intervensi stunting yang paling tepat adalah ketika remaja, sehingga mereka siap untuk menjadi ibu, begitu pun dengan calon ayah.
Ia mengakui saat ini alasan terjadinya stunting pada anak adalah dikarenakan tingginya pernikahan di usia anak (dini) yang dapat memunculkan beberapa resiko, seperti menyebabkan anak beresiko stunting.
Maka dari itu, kata dia, Aplikasi Elektronik Siap Nikah Siap Hamil (Elsimil) yang dikembangkan oleh BKKBN hadir untuk mengawal kesehatan semua calon pengantin untuk mendeteksi dini kesehatan pasangan calon pengantin dan untuk mitigasi risiko melahirkan bayi stunting.
“Elsmil merupakan salah satu syarat calon pengantin, sebagai pemeriksaan kesehatan untuk upaya mencegah stunting. Bagi calon pengantin perempuan, meliputi pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, dan kadar hemoglobin,” katanya.
Deteksi dini tersebut dilakukan tiga bulan sebelum menikah melalui pemeriksaan kesehatan di puskesmas, puskesmas pembantu, klinik swasta, dokter atau bidan praktik swast dengan pasangan calon pengantin terlebih dahulu mengunduh dan registrasi di aplikasi Elsimil.
Menurut Try, pengisian data hasil pemeriksaan ke dalam Elsimil sangat diperlukan guna mencegah stunting pada anak yang akan dilahirkan.
Kemudian, dia menyampaikan bagi calon pengantin yang berisiko akan mendapatkan pendampingan dari Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang terdiri dari Bidan, Kader KB dan juga Kader PKK yang ada di setiap desa yang ada di setiap kabupaten kota di Sulawesi Tengah.
“Kami memiliki sekitar 2000 TPK yang bertugas mendampingi setiap keluarga guna memberikan edukasi dalam pencegahan stunting,” katanya.
TPK juga akan bertugas memberikan edukasi, memfasilitasi calon pengantin ke faskes, sehingga kondisi kesehatannya ideal untuk menikah, hamil dan melahirkan.
Ia juga menyampaikan setelah anak lahir, para orang tua perlu memenuhi gizi anak pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK), yakni periode usia 0-2 tahun yang merupakan periode emas untuk perkembangan anak.
Berdasarkan survei status gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, angka prevalensi Stunting di Sulawesi Tengah mencapai 28,2 persen, angka ini menurun 1,5 persen dari tahun 2021.