PALU – Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, Emilwan Ridwan,mewakili Kepala Kejaksaan Tinggi Sulteng Agus Salim menjadi sorotan saat menjadi Keynote Speaker pada acara Sosialisasi Penerapan Hak dan Kewajiban atas Penggunaan Barang Milik Daerah (Pengawas Aset) Provinsi Sulawesi Tengah. Ballroom Hotel Santika menjadi saksi atas paparan mengenai pengelolaan aset pemerintah daerah yang cerdas dan akuntabel. Kamis, (3/8/2023)
Wakajati Sulteng menyampaikan bahwa pengelolaan aset pemerintah daerah tidak hanya terbatas pada Barang Milik Daerah (BMD) yang dimiliki oleh pemerintah daerah saja, tetapi juga aset milik pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah. Dalam paparannya, ia menekankan pentingnya menghindari efisiensi dalam pengelolaan aset, karena beban pengeluaran untuk perolehan dan pemeliharaan aset dapat melebihi manfaat yang diperoleh.
Selain itu, Emilwan Ridwan menegaskan bahwa Barang Milik Daerah adalah bagian integral dari keuangan negara. Oleh karena itu, tindakan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan aset dapat dianggap sebagai tindak pidana korupsi. Untuk mencegah potensi penyimpangan dan korupsi, pengelolaan aset harus dilakukan secara akuntabel.
Dalam konteks ini, Wakajati menjelaskan tiga fungsi utama dalam pengelolaan Barang Milik Daerah yang baik: perencanaan yang tepat, pelaksanaan/pemanfaatan yang efisien dan efektif, serta pengawasan yang cermat. Jika ketiga fungsi tersebut terlaksana dengan baik, optimasi pengelolaan Barang Milik Daerah dapat dilakukan, dan penyimpangan yang berpotensi menjadi tindak pidana korupsi dapat dicegah.
Berdasarkan data yang ada, terdapat beberapa permasalahan yang perlu diatasi terkait Barang Milik Daerah dan aset Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, seperti aset tanah yang belum disertifikatkan karena asal-usulnya tidak jelas dan aset-aset yang masih dalam permasalahan/sengketa antar Pemerintah Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten.
Wakajati juga mengungkap beberapa modus yang dapat menyebabkan Aset Barang Milik Daerah beralih ke pihak ketiga secara melawan hukum, seperti perjanjian kerjasama yang memberikan kesempatan kepada pihak ketiga untuk mendapatkan hak atas tanah atau dokumen terkait aset yang sengaja dihilangkan.
Dalam menghadapi permasalahan ini, Wakajati menegaskan bahwa Kejaksaan akan mengambil berbagai upaya dan pendekatan. Baik melalui litigasi maupun non-litigasi seperti negosiasi dan mediasi, Kejaksaan akan berusaha untuk memulihkan aset yang terlibat dalam sengketa antar Pemerintah Daerah maupun dengan BUMN terkait.
Namun, Wakajati juga menegaskan bahwa jika dalam penelusuran ditemukan indikasi penyimpangan, penggelapan dokumen, atau penyalahgunaan wewenang, maka penanganan tindak pidana korupsi yang berfokus pada pemulihan aset akan menjadi alternatif penanganan.
Wakajati juga menyoroti pentingnya inventarisasi dan sertifikasi aset Barang Milik Daerah. Jika asal usul kepemilikan aset belum jelas, penelusuran dan proses pengamanan serta pemeliharaan dilakukan dengan cermat, termasuk pemasangan tanda plang dan pencatatan serta pensertifikatan. Upaya kerjasama yang baik dengan Badan Aset Daerah dan Kantor Pertanahan setempat juga menjadi salah satu opsi untuk memperjelas status aset.
Pentingnya optimalisasi aset Barang Milik Daerah juga menjadi fokus dalam paparan Wakajati. Pola-pola pemanfaatan aset seperti sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun serah guna harus dieksplorasi dengan baik agar memberikan dampak positif pada Pendapatan Asli Daerah (PAD). Selain itu, pola-pola pemanfaatan tersebut harus dilaksanakan secara akuntabel.
Kegiatan sosialisasi ini diakhiri dengan diskusi panel yang melibatkan koordinator Datun Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, Banu Laksamana, sebagai perwakilan APH pada Kejati Sulteng. Diskusi tersebut bertujuan untuk mencari cara penanganan yang efektif terhadap aset Barang Milik Daerah yang menghadapi permasalahan dan potensi korupsi.