PALU – Lingkar belajar untuk (Libu) Perempuan Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) buka suara soal dua kasus kekerasan dan pelecahan pada anak yang terjadi di Kabupaten Tojo Una-Una (Touna) beberapa waktu lalu
“Tindakan orang tua melakukan pemaksaan pada anak adalah tindakan kekerasan yg tidak dapat ditolerir, UU jelas menjamin hak anak untuk mendapatkan perlindungan hukum,” ucap Direktur Eksekutif Libu Perempuan Sulteng, Dewi Rana Amir ke RajawaLiNet.co, Senin,(24/7/23)
Menurutnya, tindakan orang tua dan keluarga yang memaksa anak untuk dinikahi kakek juga melanggar undang-undang perkawinan. Karena anak harus didengar suaranya dan tidak boleh ada pemaksaan atau tindakan kekerasan apapun.
Dewi juga mengatakan pelaku segera diproses sesuai aturan hukum yang berlaku dan meminta Dinas terkait untuk melakukan asesment.
“Libu Perempuan mendesak agar Dinas P3A setempat melakukan assessment dan melakukan perlindungan sebaik2nya kepada anak korban,” ujarnya.
Sedangkan terkait kasus anak yang disetubuhi ayah tirinya, Dia mengatakan perlu adanya kolaborasi DP3A, Dinsos dan Dinas Pendidikan
“Jika sudah bersekolah memastikan anak tidak putus sekolah apalagi dibully disekolah,” katanya
Ia menjelaskan, Dinas kesehatan harus memastikan anak tidak mengalami kerusakan fungsi reproduksi, serta psikoloq klinis untuk pemulihan anak jangka panjang, dan pihak Kepolisian harus menerapkan pasal UU TPKS terutama untuk restitusi atau dana bantuan korban.
Serta mengingat pelaku adalah orang terdekat, maka memastikan keluarga ini tetap dapat bertahan hidup, wajib difikirkan oleh DP3A atau Pemda setempat.
Pasalnya, dua kasus yang terjadi di Touna sangat menyayat hati. Kasus pertama seorang anak (15) tahun dipaksa menikah dengan seorang kakek untuk melunasi hutang keluarga.
Kemudian kasus kedua anak dibawah umur disetubuhi ayah tirinya hingga berkali-kali. Mirisnya ibu kandung hanya biarkan kejadian tersebut dengan alasan takut ditinggal suami.
“Libu Perempuan siap mendampingi korban jika dibutuhkan,” pungkasnya.