PALU – Sebuah aksi menarik dilakukan kelompok mahasiswa dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Palu, Komisariat Hukum Universitas Tadulako (Untad). Pada Kamis (15/06/2023).
Massa HMI mendatangi Gedung DPRD Provinsi Sulteng menyampaikan tuntutan terkait dugaan penyimpangan Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Zaytun di Indramayu, Jawa Barat.
Dalam pertemuan tersebut, massa HMI diterima Wakil Ketua I DPRD Provinsi Sulteng, H.M Arus Abdul Karim, dan Wakil Ketua Komisi I DPRD Sulteng, Wiwik Jumatul Rofi’ah, di Ruang Baruga DPRD Sulteng. Mereka menyampaikan beberapa tuntutan yang tercantum dalam pernyataan sikap yang ditandatangani Ketua HMI Komisariat Hukum Untad, Taufiq Hidayat, dan Sekretaris Umum Syamsurisal.
Salah satu tuntutan utama mereka adalah menolak penistaan agama diduga terjadi di Ponpes Al-Zaytun. Massa HMI mendesak Kementerian Agama (Kemenag) untuk membubarkan ponpes tersebut dan mendesak DPRD Sulteng agar mengambil sikap tegas terhadap Panji Gumilang, pimpinan ponpes, sesuai dengan KUHPidana Pasal 156 A. Selain itu, mereka juga mendesak DPRD Sulteng untuk mengeluarkan pernyataan sikap mengecam tindakan Panji Gumilang serta mendesak pemerintah pusat untuk segera membubarkan Ponpes Al-Zaytun.
Taufiq Hidayat menjelaskan bahwa Ponpes Al-Zaytun diduga melakukan tindakan melenceng dari ajaran Islam. Mereka mengutuk tindakan pimpinan ponpes yang memperkenalkan salam Yahudi di hadapan santri dan tamu undangan. Selain itu, Panji Gumilang juga diduga menganut hirarki NII (Negara Islam Indonesia) dan terlibat dalam kasus pencabulan hingga saat ini belum terungkap.
HMI juga menyoroti praktik shalat di Ponpes Al-Zaytun yang tidak sesuai dengan ajaran Kemenag. Mereka menunjukkan bahwa dalam postingan di laman Instagram @kepanitiaanalzaytun, terlihat jelas bahwa perempuan mengisi shaf yang sama dengan laki-laki saat melaksanakan Shalat Idul Fitri. Hal ini menunjukkan bahwa Ponpes Al-Zaytun melenceng dari ajaran Islam.
Aksi protes HMI di Palu mendapat apresiasi dari Wakil Ketua I DPRD Provinsi Sulteng, HM Arus Abdul Karim, mendukung langkah diambil para mahasiswa. Ia menyatakan bahwa kasus di Ponpes Al-Zaytun belum ditangani secara serius oleh pihak berwenang. Demikian pula, Wakil Ketua Komisi I DPRD Sulteng, Wiwik Jumatul Rofi’ah, juga menyerukan Kemenag untuk segera mengambil tindakan terkait kasus ini.
Wiwik menegaskan bahwa Kemenag harus segera menindaklanjuti kasus ini, mengingat penyimpangan di Ponpes Al-Zaytun diduga telah terjadi selama 5 tahun terakhir. Ia menekankan pentingnya pembuktian terhadap pelaksanaan kurikulum yang digunakan oleh ponpes tersebut, apakah sesuai dengan yang tertulis.
Wiwik juga mengacu pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pondok Pesantren, yang menegaskan tujuan pendirian ponpes termasuk mengajarkan Islam moderat. Ia berpendapat bahwa Kemenag memiliki peran penting dalam membuktikan adanya penyimpangan di Ponpes Al-Zaytun. Jika terbukti melanggar hukum, Ponpes Al-Zaytun harus dibubarkan.
Sementara itu, HMI dan para mahasiswa lainnya di Indramayu juga menggelar aksi dengan mengumpulkan sekitar 5.000 orang mengepung Ponpes Al-Zaytun. Mereka menyoroti tuntutan terhadap petinggi dan yayasan terkait dugaan penyimpangan di ponpes tersebut.
“HMI diharapkan dapat berkoordinasi dengan Komisi IV DPRD Sulteng, yang memiliki hubungan langsung dengan Kemenag Sulteng,” tutup Wiwik Jumatul Rofi’ah dikutip Warta Sulawesi.com
Semua pihak berharap agar tuntutan kelompok mahasiswa HMI dapat direspons dengan serius dan tindakan yang tepat dilakukan untuk mengatasi dugaan penyimpangan ajaran Islam di Ponpes Al-Zaytun. (R)