PALU– Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah menerapkan pendekatan inovatif dalam penuntutan kasus-kasus pidana dengan menggunakan keadilan restoratif. Senin (12/6/2023)
Dalam sebuah ekspose virtual,Kepala Kejaksaan Tinggi Sulteng Agus Salim diwakili Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi, Emilwan Ridwan bersama Kepala Kejaksaan Negeri Poso, permohonan penghentian penuntutan telah diajukan kepada dua tersangka.
Tersangka pertama, Syalom Satya Vanjana Mosero, dari Kejaksaan Negeri Poso, melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP. Namun, berdasarkan pertimbangan keadilan restoratif, penghentian penuntutan diajukan karena beberapa alasan yang kuat.
“Tersangka telah meminta maaf kepada korban,korban juga telah memaafkannya,” Kata Wakajati Emilwan Ridwan melalui Kasi Penkum M. Ronald diruang kerjanya.
Selain itu lanjutnya, ini merupakan kali pertama tersangka terlibat dalam tindak pidana, dan ancaman pidana yang dihadapinya tidak melebihi 5 tahun. Tersangka juga berjanji untuk tidak mengulangi perbuatannya, dan proses perdamaian dilakukan secara sukarela melalui musyawarah untuk mufakat tanpa adanya tekanan atau intimidasi. Respons masyarakat terhadap upaya restoratif ini sangat positif.
“Perkara kedua juga dimohonkan penghentian penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah kasus melibatkan Muh. Rinto, melanggar Pasal 480 Ke-1 KUHP.,”terang Ronald.
Dalam hal ini, korban secara sukarela telah memaafkan dan secara lisan menyampaikan keinginan untuk melakukan restorative justice kepada Jaksa Penuntut Umum Kejari Palu.
Seperti kasus sebelumnya, tersangka ini juga baru pertama kali melakukan tindak pidana, dan ancaman pidana yang dihadapinya tidak melebihi 5 tahun. Selain itu, nilai barang bukti atau kerugian yang ditimbulkan tidak melebihi Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah).
Terakhir, pertimbangan lain untuk penghentian penuntutan adalah bahwa tersangka ini merupakan tulang punggung keluarga dan terdapat kedekatan serta tinggal dalam lingkungan yang sama antara tersangka dan korban. Respons positif dari masyarakat juga menjadi faktor penting dalam pertimbangan ini.
Keputusan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah untuk menerapkan keadilan restoratif dalam penuntutan kasus-kasus pidana ini telah mendapat apresiasi yang luas dari masyarakat.
“Pendekatan ini menunjukkan komitmen dalam mempromosikan perdamaian, rekonsiliasi, dan pemulihan sosial, sambil memberikan peluang bagi tersangka untuk merefleksikan perbuatannya dan berubah menjadi anggota masyarakat yang lebih bertanggung jawab,” ungkapnya.