DONGGALA – Desa Marana Kecamatan Sindue di Kabupaten Donggala kembali menjadi sorotan publik setelah terjadi ketegangan antara warga dengan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) setempat. Ketegangan dipicu rencana penurunan sebuah baliho kontroversial yang menjadi pusat perdebatan selama beberapa waktu terakhir.
Kejadian memanas ini terjadi pada Rabu malam, 7 Juni 2023, sekitar pukul 21:00 WITA, ketika pasukan Satpol PP Donggala di bawah kepemimpinan Kasat Pol PP Dudi tiba di Desa Marana. Namun, sebelum pasukan tersebut melakukan tindakan, Ahmad Muhsin, salah satu tokoh masyarakat setempat, meminta agar mereka menunggu koordinasi terlebih dahulu.
“Saya sudah meminta agar mereka tidak bergerak terlebih dahulu dan menunggu saya untuk berkoordinasi, karena situasi di Marana belum kondusif pasca pembakaran baliho,” ungkap Ahmad Muhsin saat dikonfirmasi. Kamis pagi (8/6).
Menurut Ahmad, sedang berlangsung proses negosiasi terkait rencana penurunan baliho berjudul “Pembunuh Sang Jawara,” yang diperintahkan oleh Bupati Donggala kepada Kasat Pol PP. Namun, selama proses negosiasi berlangsung, sekelompok massa sudah mulai melakukan pembakaran ban di depan baliho tersebut.
Ahmad juga menjelaskan bahwa sebelumnya, perintah penurunan baliho tersebut datang dari bupati melalui camat Sindue, Abul Muin, dengan alasan bahwa keberadaan baliho tersebut mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas).
“Camat telah mengirim surat kepada saya dan Lutfin terkait baliho tersebut, dengan alasan bahwa baliho kami yang terpasang mengganggu kamtibmas,” jelas Mat Metro, sapaan akrab Ahmad Muhsin yang merupakan mantan wartawan konflik.
Mat Metro menambahkan, jika ada pihak yang merasa tersinggung dengan baliho yang dipasang oleh dirinya dan Kades Marana, Lutfin, mereka dapat melaporkannya ke polisi. Ia berpendapat bahwa hal tersebut bukanlah wewenang camat dan Satpol PP untuk melakukan penurunan paksa terhadap baliho tersebut.
“Jika ada yang merasa tersinggung dengan baliho kami, silakan laporkan ke polisi, bukan tugas camat dan Satpol PP untuk turun tangan secara paksa terhadap baliho tersebut,” tegas Mat Metro.
Situasi di Desa Marana pun masih terus menghangat dan menjadi sorotan masyarakat setempat. Warga dan pihak berwenang diharapkan dapat menemukan jalan tengah dalam penyelesaian masalah ini, guna menjaga keharmonisan dan kedamaian di wilayah tersebut. Publik pun menantikan perkembangan selanjutnya terkait polemik baliho yang sedang memicu perdebatan di masyarakat.