PALU – Ketua Forum Jurnalis Sulteng, Ahmad Muhsin meminta agar penyidik Polres Donggala, memasukan pasal menghalangi tugas jurnalis dalam peliputan. Sabtu (3/6/2023).
Menurut Ahmad, pers diberikan kebebasan atau kemerdekaan dalam menjalankan tugas profesinya dengan menjungjung tinggi nilai-nilai kode etik jurnalistik serta pers mendapatkan perlindungan hukum, sehingga jika terjadi tindakan menghalangi tugas pers dan bahkan jika melakukan tindakan kekerasan terhadap pers maka akan berhadapan dengan hukum sebagaimana yang dijelaskan dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers.
Selain itu kata Ahmad,kebebasan dan kemerdekaan pers dijelaskan pada Pasal 2 UU Pers, sementara bagi yang menghalagi tugas pers akan dijerat Pasal 18 ayat (1) UU Pers yakin pidana penjara maksimal dua (2) tahun, atau denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
“Ya saya minta penyidik harus memasukan juga pasal yang menghalangi tugas pers jagan cuma KUHP,” pinta mat metro sapaan akrab mantan wartawan konflik itu.
Bahkan jika terjadi kekerasan lanjut Mat Metro, bisa dikenakan pasal berlapis, disamping UU Pers juga dapat dikenakan KUHP dan juga dinilai melanggar Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Pengimplementasi Hak Asasi Manusia.
Ahmad menambahkan, peristiwa ini menyoroti pentingnya kebebasan pers dan perlindungan terhadap wartawan dalam menjalankan tugas mereka. Kejadian ini juga menjadi pengingat bagi pemerintah dan institusi terkait untuk menjaga keamanan dan kebebasan wartawan dalam melaksanakan tugas jurnalistiknya.
“Kalau saya liat laporan polisi itu penyidik hanya memasukan pasal pengancaman, sementara ada juga pasal yang mengatur tentang tugas jurnalis,”tutupnya.
Sebelumnya, sebuah insiden yang mengkhawatirkan baru-baru ini menimpa seorang wartawan yang sedang menjalankan tugas jurnalistiknya di rumah jabatan Bupati Donggala. Jabir, seorang wartawan dari media Fokus Rakyat, mengalami pengancaman dan perlakuan tidak menyenangkan yang membuatnya merasa terancam dan mengkhawatirkan.
Cerita Jabir, ketika ia tiba di rumah jabatan Bupati Donggala, ia disambut oleh Hamdi, ipar bupati yang merupakan adik dari istri bupati tersebut. Namun, suasana berubah tegang ketika Bupati Donggala melihat adanya spanduk yang mencantumkan nama “Kasman Lassa Tangkap”. Reaksi kesal dari Bupati Donggala menambah ketegangan di tempat tersebut.
Kerabat bupati yang bernama Erwin bahkan berteriak kepada wartawan agar tidak mengajukan pertanyaan kepada bupati, dan mengancam untuk memukul jika masih ada pertanyaan yang diajukan. Situasi semakin memanas ketika Hamdi, ipar bupati, menarik Jabir ke dalam ruangan, tetapi Bupati Donggala sendiri mengeluarkan perintah agar Jabir diusir dari kompleks rumah jabatan.
Peristiwa ini semakin memprihatinkan ketika Rita, seorang pendukung bupati, ikut berseru meminta agar wartawan tersebut dipukul karena diduga memiliki hubungan dengan LSM yang melakukan aksi demo.
Ramadan, ajudan bupati, juga meminta dengan tegas agar Jabir segera meninggalkan tempat tersebut. Dalam upaya menjaga keselamatannya, Jabir akhirnya memutuskan untuk keluar dari kompleks rumah jabatan.